Paduarsana

Berbagi Tentang Semua Hal

Daily Archives: September 5, 2012

Arsitektur Bali Menurut Tattwa Agama Hindu


Secara umum bangunan adalah segala hasil perwujudan manusia dalam bentuk bangunan yang mengandung kebulatan/kesatuan dengan Agama(rituil) dan kehidupan budaya masyarakat, yang mencangkup: kemampuan merancang dan membangun serta mewujudkan seni bangunannya menurut bermacam-macam prinsip seperti bentuk, konstruksi,bahan, fungsi dan keindahan.

Bangunan Bali adalah setiap bangunan yang dibangun berdasarkan tattwa(falsafah) agama Hindu. Filosifis bangunan Bali yaitu adanya hubungan yang erat dan hidup antara bhuwana alit dengan bhuwana agung yang perwujudannya dilandasi oelh ketentuan Agama Hindu. Bangunan Bali dikelompokkan menjadi 2(dua) yaitu: Bangunan Suci(keagamaan) dan Bangunan Kepara(Adat).

Ketentuan-ketentuan Bangunan Bali sebagai berikut:

  • Tempat/denah berdasarkan Lontar Asta Bhumi.
  • Bangunan/konstruksinya berdasarkan Lontar Asta Dewa dan Lontar Asta Kosala/Kosali.
  • Bahan-bahan bangunan/material berdasarkan Lontar Asta Dewa dan Lontar Asta Kosala/Kosali, seperti: Kayu, Ijuk, alang-alang, batu alam, bata dll.

Ciri-ciri Bangunan Bali:

  • Pengider-ider(Catur Loka Phala/Asta Dala)
  • Tri Mandala/Tri Loka.
  • Adanya upacara Sangaskara/pensucian.
  • Mengandung simbol-simbol sesuai dengan ajaran Agama Hindu(S.H. Acintya, Naga, Padma dll)

Jenis-jenis Bangunan Bali:

  • Bangunan Suci/keagamaan adalah semua pelinggih-pelinggih yang disucikan, termasuk patung-patung/arca-arca serta perlengkapannya.
  • Bangunan Kepara/Adat adalah bangunan-bangunan perumahan, adat dan bangunan Bali lainnya.

Bentuk dan nama bangunan Bali dibuat berdasarkan ketentuan-ketentuan Lontar Asta Dewa, Asta Kosala/Kosali dan Lontar Wisma Karma.

Tata Laksana dan Upacara(pensucian) bangunan Bali:

  1. Ngeruwak Karang
  2. Nyukat Karang
  3. Nasarin
  4. Memakuh
  5. Ngurip-urip

Sesuai dengan Lontar Asta Dewa, Asta Kosala/Kosali, Dewa Tattwa dll.

 

 

 

Pedoman Membangun Padmasana


Dewasa ini banyak sekali bermunculan variasi bangunan Padmasana baik bentuk, tata letak maupun hiasan yang digunakan. atas dasar tersebut diatas diadakanlah seminar dengan salah satu topik “Standarisasi Bentuk Padmasana” .

Tattwa Padmasana bersumber pada kitab-kitab Weda (Sruti dan Smrti) serta kitab-kitab yang memuat ajaran Siwa Sidanta, secara khusus dimuat dalam Lontar Anda Bhuwana, Padma Bhuwana dan Adi Parwa. Pada prinsipnya Padmasana adalah pengejawantahan bhuwana agung(alam raya)sebagai stana Sang Hyang Widhi. Bhuwana Agung disimbolkan dengan Bedawang Nala(Kurma Agni) yang dililit naga yang menyangga lingga. Adi Parwa menceritakan pencarian amerta dengan memutarkan Mandara Giri(Gunung Mandara didalam Ksirarnawa(lautan susu). Dalam pemutaran Mandara Bedawang Nala menyangganya, Naga Besuki melilit, dan para Dewa dan raksasa memutarnya. Akhirnya Wisnu yang mengendarai Garuda menguasai amerta tersebut.

Padmasana berfungsi sebagai stananya Hyang Widhi, umat Hindu dalam usaha mendekatkan diri dan memujaNya. Secara umum bentuk bangunan Padmasana terdiri dari 3(tiga) bagian:

  • Tepas(dasar), Dasar Padmasana didukung oleh Bedawang Nala yang dibelit oleh Naga. Jumlah Naga bisa 1 sebagai simbol Hyang Wasuki atau 2 sebagai simbol Hyang Wasuki dan Anantabhoga.
  • Batur(badan), Pada badan Padmasana terdapat pepalihan(tingkat yang berjumlah ganjil 5,7 dan 9 dan hiasan Garuda serta Angsa diatasnya juga terdapat area Astadikpalaka yang letaknya sesuai dengan penginder-ider.
  • Sari(puncak), Berbentuk singgasana yang terdiri dari ulon, tabing dan badan dara. Pada Ulon dapat diisi pahatan berwujud Hyang Acintya. Bagian atas dari tabing sebaiknya tidak ada bentuk-bentuk hiasan karena sudah menggambarkan alam swah.

Tata Letak Padmasana.

Prinsip dasar letak Padmasana sebagai bangunan pemujaan Sang Hyang Widhi hendaknya pada tempat yang paling utama dalam pekarangan. Faktor – faktor penentu tempat yang paling utama dalam sebuah pekarangan yaitu:

  1. Arah atas, sesuai dengan nilai-nilai tri loka.
  2. Arah Timur, sesuai dengan arah perputaran bumi/terbitnya matahari.
  3. Arah “kaja” sesuai dengan letak gunung/pegunungan.

Pilihan tata letak Padmasana; secara mendatar(Kaja, Kaja kangin dan Timur). Secara vertikal; atas.

Urutan upacara dalam pembangunan Padmasana sebagai berikut;

Nasarin(Peletakan Batu Pertama);

  1. Ngeruak sesuai dengan keputusan pesamuan agung tahun 1987.
  2. Penggalian pondasi(lubang untuk dasar/pondasi)
  3. Penyucian lubang pondasi bisa sampai tingkatan mebumi sudha.
  4. Persembahyangan dengan puja pengantar Ananta bhoga stawa dan pertiwi stawa. Bunga dan kewangen yang telah dipakai diletakkan pada lubang sebagian dasar.
  5. Peletakan dasar(pondasi) dengan material sesuai dengan keputusan Pesamuan Agung Tahun 1988.

Melaspas.

Upacara melaspas wajib dilakukan setelah pembangunan Padmasana selesai, upacara melaspas berupa pedagingan, orti, dan sesaji sesuai dengan lontar Dewa Tattwa, Wariga, Catur Winasa Sari dan Kesuma Dewa.

Sumber: Seminar Kesatuan Tafsir Terhadap Aspek-aspek Agama Hindu

Pendidikan Karakter Anak Dalam Keluarga Hindu


PENDIDIKAN anak perlu mendapatkan perhatian serius. Anak adalah sebuah masa depan bagi dirinya, keluarganya, dan juga masyarakat bangsa dan negara. Anak yang suputra, anak yang berbudi luhur menjadi idaman setiap keluarga. Ciri khas dari anak yang suputra mampu menempatkan dirinya sebagai anak di samping hormat pada dirinya, dan juga pada orang lain. Akan tetapi, dalam kenyataan tidaklah mudah untuk mewujudkan anak yang suputra justru banyak anak yang kuputra, anak yang tidak mengenal etika moral sebagai manusia yang sejati. Manusia sejati adalah manusia yang menyadari harkat dan matabatnya sebagai manusia.

Kenyataan-kenyataan sosial seperti perkelahian, pemerkosaan, pembunuhan bisa dicari benang merahnya. Tentu ada sumber yang menjadikan penyebab mengapa seorang anak setelah remaja, dewasa bisa berubah dari harapan orang tuanya? Hal ini dapat dicari dari akarnya. Siapa akar itu? Keluarga.

Keluarga adalah pendidikan yang utama dan pertama. Pembentukan karakter anak lebih banyak ditentukan oleh keluarganya. Keluarga yang harmonis, rukun akan tercermin dari anaknya. Begitu juga sebaliknya, anak yang kurang berbakti bahkan melakukan tindakan di luar moral kemanusiaan keluargalah sumber utamanya. Beberapa teori mengatakan bahwa anak sebagai kertas putih (tabula rasa) yang bisa ditulisi apa saja oleh orang dewasa (orang tua, lingkungannya). Artinya, lingkungan memengaruhi moral si anak. Teori lain mengatakan bahwa anak membawa karakter, bakat, minat dari sejak lahirnya (nativisme). Artinya, anak lebih banyak dibentuk oleh faktor bawaan dari sejak lahir. Kenyataan menunjukkan bahwa kedua faktor bawaan dan lingkungan saling memengaruhi (konvergensi).

Dalam konsep Hindu, manusia lahir membawa karma-karma yang terdahulu (sancita karma). Bekas-bekas perbuatan ini masih melekat pada diri anak sesuai dengan kelahirannya terdahulu. Selama manusia belum menyatu dengan Tuhan, selama itu, ia akan mengalami reinkarnasi (proses kelahiran berulang – ulang). Karmalah sebagai penyebabnya. Untuk itu, selama hidup berkarmalah yang baik, benar, dan bermoral yang utuh.

Pendidikan yang menjadikan hidup manusia bermoral agar terus didengungkan bahkan sekarang ada wacana pendidikan berkarakter. Pendidikan dalam agama Hindu bahkan dimulai dari dalam kandungan, upacaranya disebut dengan magedong-gedongan. Suami yang menyadari dirinya bahwa istrinya masih mengandung buah hatinya akan amat memerhatikan kesehatan istri tercintanya. Kesehatan fisik dan psikhisnya menjadi prioritas utama. Pikiran, perkataan, dan perbuatan (trikaya parisudha) benar-benar dijaga sehingga si janin dalam keadaan tenang, damai, sejuk dalam kandungan. Suami selalu berperilaku dalam koridor kebenaran.

Perkembangan selanjutnya, dalam konteks modern orang tua bahkan ada yang memutarkan musik klasik(Mozart). Kalau di Bali, suara-suara kidung, suara gamelan smarpagulingan, rindik, musik legong kraton bisa digunakan karena iramanya yang lembut dan membawa ketenangan pada si jabang bayi. Jangan nodai kesucian bayi oleh kelakuan yang kurang berkenan pada hidup dan kehidupan ini. Anak adalah titipan Tuhan dan bersyukurlah sebagai seorang perempuan karena bisa sebagai jalan untuk melahirkan anak-anak Tuhan. Jangan sakiti anak-anak Tuhan yang lahir dari rahim yang suci.

Mendidik sering disandingkan dengan mengajar. Mendidik berarti memberikan nilai-nilai moral yang lebih utama. Mengajar lebih menekankan pada keilmuan. Mendidik dalam nuansa religius dikenal dengan istilah educare. Educare adalah usaha untuk membina dan menumbuhkembangkan potensi, nilai-nilai luhur yang ada dalam diri seorang anak. Educare juga memberi iklim yang kondusif, memberi situasi kontekstual yang nyaman kepada bibit yang unggul yang seyogyanya dibangkitkan dan ditumbuhsuburkan dari dalam diri anak (Jendra,2009 : 8)

Mendidik anak agar selalu berjalan dalam koridor moral dan budi pekerti yang luhur terus ditumbuhkembangkan dalam keluarga. Berikanlah kasih sayang Anda pada anak-anak bangsa ini .Anak yang tidak mendapatkan kasih sayang dari keluarganya sekarang ini teramat banyak. Orang tua hendaknya meluangkan waktunya unuk mendidik, membina anak tercintanya. Pendidikan yang bernuansa humanis menghargai harkat anak sebagai manusia melahirkan anak yang suputra, anak yang baik. Su bermakna “baik”, putra berarti ”anak”. Lawan dari suputra adalah kuputra. Anak yang kurang bermoral atau kurang beretika, kalau di Bali diistilahkan dengan anak dia-diu. Anak dia-diu umumnya dilahirkan dari hubungan yang tidak didahului dengan upacara agama. Kedua anak ini akan tampak dalam keseharian. Anak yang suputra memiliki karakter seperti bajik, selalu berbuat yang benar dan bermoral, damai dan memberikan kedamaian pada orang lain, tidak melakukan tindakan kekerasan, seperti perkelahian, curanmor dan sebagainya. Putra yang suputra adalah ”manusia dewa” manusia yang memberikan penerangan, menyinari diri dan orang lain selalu memberikan contoh dan sikap moral yang benar. Sikapnya selalu berada dalam koridor kebenaran. Ia akan mengurangi sikap marah, keinginan yang tak terarah, loba atau tidak puas dengan yang dimilikinya, kebingungan, sikap mabuk-mabukan, dan sikap iri hati pada orang lain.

Orang tua sebagai orang yang amat dekat dengan anak hendaknya memberikan contoh yang kondusif bagi perkembangan mentalnya. Orang tua yang melarang anaknya minum-minuman beralkohol, sebaiknya jangan minum-minuman yang beralkohol. Contoh-contoh yang membangun karakter yang benar, santun, bermartabat, bermoral terus diperbanyak. Pertengkaran yang terjadi dalam keluarga usahakan jangan dilihat langsung oleh anak. Jiwa anak yang amat rentan akan terpengaruh dan bisa terbentuk pada memorinya. Tindakan kekerasan yang terbiasa dilihat dalam keluarga dapat berakibat buruk pada anak.

Contoh-contoh yang benar sebagai bentengnya dalam pergaulan sosialnya. Anak akan bisa memilah dan memilih hal-hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Bentengnya ada dalam keluarga. Keluarga yang berantakan, kurang harmonis niscaya akan melahirkan anak-anak yang sayang pada dirinya, orang lain, atau masyarakat sosialnya.

Pendidikan dalam keluarga memegang kendali dalam pembentukan karakter anak. Bangunlah sebuah keluarga dalam koridor kebenaran, kejujuran, dan kesucian hati.

Sumber: Bali Post, Senin, 07 Agustus 2011 | Pendidikan Karakater dalam Keluarga

 

 

 

%d bloggers like this: