Setiap keluarga berharap yang terbaik bagi janin beserta ibu yang mengandungnya. Janin dalam kandungan diharapkan terlahir menjadi anak yang suputra dan ibu yang mengandung juga diberikan keselamatan selama proses kehamilan. Di Bali ada upacara yang dilakukan untuk janin dan ibu yang sedang mengandungnya, Upacara magedong-gedongan.
Upacara pagedong-gedongan ini dilaksanakan selambat-lambatnya pada saat kandungan berumur 7 bulan, upacara ini dilaksanakan bertujuan untuk menyucikan janin dalam kandungan, agar nantinya terlahir anak yang Suputra. Upacara Pagedong-gedongan ini dilaksanakan setiap terjadinya suatu kehamilan pada si Ibu.
Menurut Tutur Kanda Pat Rare mengatakan dalam proses kehamilan karena “Kama Jaya” (Sperma dari Ayah) bertemu dengan “Kama Ratih” (Ovum dari Ibu) terjadilah pembuahan. Semakin besar terwujudlah jabang bayi. Upacara megedong-gedongan adalah Upacara yang ditujukan kepada bayi yang masih berada didalam Kandungan dan merupakan upacara pertama dilaksanakan pada saat bayi berumur 7 bulan Bali (± 8 bulan kalender), karena wujud bayi sudah dianggap sempurna. Namun dalam pelaksanaanya secara massal bisa disesuaikan untuk umur kandungan antara 3 – 8 bulan.
Pelaksanaan Upacara Magedong-gedongan berfungsi sebagai penyucian terhadap bayi. Disisi lain juga berarti agar kedudukan bayi dalam kandungan agar baik kuat tidak abortus. Secara bathiniah agar Sang Bayi kuat mulai setelah lahir menjadi orang yang berbudi luhur, berguna bagi keluarga dan masyarakat. Demikian juga dimohonkan keselamatan atas diri si Ibu agar sehat, selamat waktu melahirkan.
Upacara megedong-gedongan ini dilaksanakan dengan maksud “pembersihan”, pemeliharaan atas keselamatan si ibu dan anaknya disertai pula dengan pengharapan agar anak yang lahir kelak menjadi orang berguna di masyarakat dan dapat memenuhi harapan orang tuanya”. Magedong-gedongan berasal dan kata “gedong” yang berarti gua garba. Gua artinya pintu yang dalam atau pintu yang ada di dalam, garba artinya perut. Jadi, gua garba artinya pintu yang dalam atau pintu yang ada di dalam, garba artinya perut. Jadi, gua garba artinya pintu yang dalam, berada pada perut si ibu. Dalam hal ini yang dimaksud kehidupan pertama itu adalah si bayi. Untuk keselamatan bayi dalam perut ibu inilah dilakukan upacara magedong-gedongan.
Menurut Lontar Kuna Dresthi, upacara ini dilakukan setelah kehamilan berumur diatas lima bulan (enam bulan kalender). Kehamilan yang berumur di bawah lima bulan dianggap jasmani si bayi belum sempurna dan tidak boleh diberi upacara yang dilakukan sebelum usia tersebut, maka upacara itu dianggap tidak benar karena janin belum lengkap yang dapat dikatakan sebagai manusia. Tujuan pokok upacara tersebut adalah agar ibu dan bayi yang dikandung dalam keadaan bersih, terpelihara, dan memperoleh keselamatan, serta selain itu, sebagai ungkapan terima kasih karena janin telah dapat tumbuh sempurna dan melampaui masa krisis. Di samping itu, tujuan upacara ini adalah agar anak yang akan lahir kelak menjadi orang yang berguna di masyarakat dan dapat memenuhi harapan orang tuanya.
Dibawah ini adalah banten yang digunakan dalam upacara megedong-gedongan. Selain Ayaban, minimal tumpeng 7 atau peras pengambyan, bantennya juga diikuti oleh beberapa sesayut antaralain :
1. Sesayut tulus dadi yg bermakna doa agar kehamilan ini berhasil/jadi. Yaitu dg terlahirnya si bayi
2. Sesayut tulus hayu yg bermakna doa agar kehamilannya hingga kelahirannya selamat/ayu
3. Sesayut pemahayu tuwuh yg bermakna doa agar panjang umur dan sehat selalu baik ibu maupun si bayi
Dan sesayut-sesayut serta bantenlainnya seperti pagedong-gedongan matah, tetandingan nasi wong-wongan, dll.
Jadi, upacara ini tak sekedar melestarikan budaya namun yg terpenting adalah makna yg terkandung didalamnya.
Semoga Ida Sang Hyang Widhi senantiasa melindungi wanita-wanita yg sedang mengandung agar selamat dan sehat selalu. Dan semoga terlahir putra-putra suputra.
**artikel diolah dari berbagai sumber: terima kasih Jro Mangku Veni
Semoga bermanfaat, Silahkan share:
Like this:
Like Loading...
Related
Recent Comments