Setelah melakukan Puja Tri Sandhya prosesi persembahyangan berikutnya adalah Panca Sembah atau Kramaning Sembah. Panca Sembah terdiri dari : Muspa Puyung dua kali saat pembuka dan Penutup dan tiga kali menggunakan srana sembahyang seperti bunga atau kewangen. Berikut adalah prosesi dan penjelasan mantram kramaning sembah.

Image by: Media Hindu
Panca Sembah:
Sembah puyung, dengan tangan kosong (tanpa bunga): pusatkan perhatian kemudian ucapkan mantram ini
Om àtmà tattwàtmà sùddha màm swàha
Ya Tuhan, atma atau jiwa dan kebenaran, bersihkanlah hamba.
Sembahyang dengan bunga, ditujukan kepada Hyang Widhi dalam ManifestasiNya sebagai Hyang Surya atau Siwa Aditya. Ucapkan mantram:
Om Adityasyà param jyoti rakta tejo namo’stute
sweta pankaja madhyastha
bhàskaràya namo’stute
Ya Tuhan, Sinar Hyang Surya Yang Maha Hebat.
Engkau bersinar merah, hamba memuja Engkau.
Hyang Surya yang berstana di tengah-tengah teratai putih.
Hamba memuja Engkau yang menciptakan sinar matahari berkilauan.
Sembahyang dengan kawangen. Bila tidak ada, yang dipakai adalah bunga. jangkep Sembahyang ini ditujukan kepada Istadewata pada hari dan tempat persembahyangan itu. Istadewata ini adalah Dewata yang diinginkan kehadiranNya pada waktu memuja. Istadewata adalah perwujudan Tuhan Yang Maha Esa dalam berbagai wujudNya. Jadi mantramnya bisa berbeda-beda tergantung di mana dan kapan bersembahyang. Mantram di bawah ini adalah mantram umum yang biasanya dipakai saat Purnama atau Tilem atau di Pura Kahyangan Jagat:
Om nama dewa adhisthanàya sarwa wyapi wai siwàya padmàsana eka pratisthàya
ardhanareswaryai namo namah
Ya Tuhan, kepada dewata yang bersemayam pada tempat yang luhur, kepada Hyang Siwa yang berada di mana-mana, kepada dewata yang bersemayam pada tempat duduk bunga teratai di suatu tempat, kepada Ardhanaresvari hamba memuja.
Sembahyang dengan bunga atau kawangen untuk memohon waranugraha. Usai mengucapkan mantram, ada yang memperlakukan bunga itu langsung sebagai wara-nugraha, jadi tidak “dilentikkan/dipersembahkan” tetapi dibungakan di kepala (wanita) atau di atas kuping kanan (laki-laki). Mantramnya adalah:
Om anugraha manoharam
dewa dattà nugrahaka
arcanam sarwà pùjanam
namah sarwà nugrahaka
Dewa-dewi mahàsiddhi
yajñanya nirmalàtmaka
laksmi siddhisça dirghàyuh
nirwighna sukha wrddisca
Ya Tuhan, Engkau yang menarik hati pemberi anugrah, anugrah pemberian Dewata, pujaan segala pujaan, hamba memujaMu sebagai pemberi segala anugrah.
Kemahasiddhian pada Dewa dan Dewi berwujud jadnya suci, kebahagiaan, kesempurnaan, panjang umur, bebas dari rintangan, kegembiraan dan kemajuan rohani dan jasmani.
Sembahyang dengan cakupan tangan kosong, persis seperti yang pertama. Cuma sekarang ini sebagai penutup. Usai mengucapkan mantram, tangan berangsur-angsur diturunkan sambil melemaskan badan dan pikiran. Mantramnya:
Om Dewa suksma paramà cintyàya nama swàha.
Om Sàntih, Sàntih, Sàntih, Om
Ya Tuhan, hamba memuja Engkau Dewata yang tidak terpikirkan, maha tinggi dan maha gaib.
Ya Tuhan, anugerahkan kepada hamba kedamaian, damai, damai, Ya Tuhan.
Demikianlah Kramaning Sembah atau Panca Sembah, selanjutnya adalah Nusa Tirtha.
Semoga bermanfaat, Silahkan share:
Like this:
Like Loading...
Related
Pingback: Mantram untuk Ista Dewata | Paduarsana
Pingback: Perjalanan Spiritual Seorang Gadis Sasak | Paduarsana
Pingback: Mantra Memuja Istadewata di Pemerajan, kamimitan, rong tiga, pedarman | Paduarsana