Tidak ada seorang anak pun berkeinginan lahir dari hasil luar kawin dan perzinahan dan tidak ada seorang anakpun lahir atas kehendaknya sendiri.Istilah ‘anak haram’ dalam tradisi beragama Hindu di Bali, menurut Lontar Men Brayut, disebut: PANAK DIA-DIU, yaitu kelahiran anak tanpa melalui pawiwahan yang ditandai dengan upacara mabeakala antara pasangan suami/ istri.
Jadi kalau anak lahir tanpa upacara beakala terlebih dahulu, itulah panak dia-diu. Contoh lain, baru me-beakala setelah si wanita hamil, anak dari kandungan ini juga termasuk panak dia-diu.
Dalam Lontar Catur Cuntaka, kelahiran anak dia-diu membawa cuntaka bagi si anak dan si ibu. Cuntaka itu berakhir bila si anak sudah di ‘peras’ oleh ibunya, atau oleh orang lain dari pihak keluarga.
Umat Hindu sangat menghormat dan memulyakan manusia, Anak Haram atau Pianak Dia-diu tetap diharapkan menjadi anak yang suputra, bermartabat dan berguna bagi masyarakat seperti anak-anak lainnya.
Solusinya bila terjadi ‘kecelakaan’, artinya hamil sebelum pernikahan/ pawiwahan (kalau bisa dihindari) maka di saat upacara tiga bulanan bayi, sekaligus tambahkan upacara meperas di sanggah pamerajan purusha.
Istilah tetaplah istilah tidak akan menjamin keburukan atau kebaikan bagi seorang anak, tugas kita sebagai orang tua adalah membimbing dan mengarahkan anak agar senantiasa menjadi anak yang berguna bagi bangsa, keluarga dan agama.
Semoga bermanfaat, Silahkan share:
Like this:
Like Loading...
Related
Recent Comments