Bagi umat Hindu Sugihwaras, Rsi Markandiya menjadi panutannya. Untuk mengenang ajarannya, umat setempat membangun sebuah candi di Gumuk Kancil. Bentuknya menyerupai batu di atas bukit. Letaknya menghadap ke puncak gunung raung. Sejak dulu Gumuk Kancil dikenal mistis. Sebelum ada pura, pengikut kejawen sering bersembahyang di tempat ini. Para pemburu binatang pun sebelum berburu berdoa di sini.
Candi di Gumuk Kancil itu terbuat dari batu andesit yang konon didatangkan dari puncak Gunung Merapi di Jawa Tengah dan Gunung Agung di Bali, dibangun tahun 2001. Arsiteknya tokoh spiritual kejawen yang juga juru kunci Candi Prambanan, Yogyakarta, Dulhamid Jaya Prana. Berdirinya candi bertepatan dengan purnama kanem penanggalan Jawa. Di candi setinggi 13 meter itu terdapat tiga arca utama, yakni arca Siwa Mahadewa di sisi timur, arca Rsi Markandiya dan Tri Murti di sisi barat. Di depan terdapat pintu utama candi untuk pemujaan. Candi Agung Gumuk Kancil juga menjadi tempat pengikut kejawen untuk meditasi. Mereka juga banyak datang dari luar Kabupaten Banyuwangi. Sehari-harinya, candi ini dipelihara 11 KK umat Hindu yang bertempat tinggal di sekitar candi.
LOKASI Candi Agung Gumuk Kancil mudah dijangkau. Kendaraan roda empat bisa langsung ke lokasi. “Kami berharap lokasi ini bisa menjadi kawasan wisata spiritual. Candi Agung Gumuk Kancil berstatus cagar budaya. Tempat ini masuk salah satu tujuan wisata spiritual yang ditetapkan Pemkab Banyuwangi. Namun, biaya perawatan candi, masih mengandalkan sumbangan dari pengunjung.
Komunitas Hindu di lereng Raung tersebar di dua dusun, Sugihwaras dan Wono Asih, Desa Bumiharjo, Kecamatan Glenmore. Dua dusun terpencil ini berlokasi di lereng selatan Raung. Untuk mencapai tempat ini bisa menggunakan kendaraan roda empat. Jaraknya sekitar 80 kilometer dari kota Banyuwangi ke arah barat. Komunitas Hindu juga ada di timur dan barat Raung, seperti di Songgon dan Kalibaru.
SUDAH banyak umat Hindu dari Bali yang mengunjungi kawasan spiritual di lereng Gunung Raung. Umumnya mereka datang dalam rombongan, naik bus atau kendaraan pribadi.
Banyaknya pengunjung pura dan candi menambah kegiatan baru bagi pemangku. Mereka harus siap mendampingi mereka kapan pun. Pengunjung tak sepenuhnya bersembahyang. Di antaranya, terutama di kalangan penganut kejawen, meminta nasihat spiritual kepada pemangku sambil berdiskusi dan bermeditasi. Ada juga yang melakukan kaulan. Jika kaulnya dikabulkan, biasanya mereka datang lagi untuk menggelar ritual.
**sumber: Parisada
Semoga bermanfaat, Silahkan share:
Like this:
Like Loading...
Related
Recent Comments