Paduarsana

Berbagi Tentang Semua Hal

Daily Archives: April 15, 2018

Pura Luhur Tamba Waras


Pura Luhur Tamba Waras letaknya dilereng Gunung Batukaru pada ketinggian 725mdpl (meter diatas permukaan laut), tepatnya di Desa Sangketan, Penebel, kurang lebih 22km dari pusat kota Tabanan. Pura Luhur Tamba Waras atau juga disebut Tambo Waras dikenal sebagai gudang farmasinya jagat raya.

Pura Tamba Waras dibangun sekitar abad ke-12. Berdasarkan catatan sejarah, konon Raja Tabanan yakni Cokorda Tabanan sakit keras dan tidak ditemukan pengobatannya. Para abdi berupaya mencari obat sesuai dengan petunjuk gaib yang diterima, dimana akan ada asap sebagai petunjuknya. Setelah berjalan didalam hutan Batukaru, dijumpai asap mengepul yang berasal dari sebuah kelapa di tanah di dalam rumpun bambu. Setelah memohon di tempat itu, didapatkanlah obat. Setelah obat tersebut diaturkan kepada raja, ternyata sang raja sembuh dan sehat kembali. Di tempat itu dibangunlah tempat pemujaan yang dinamakan Tambawaras.

Kata Tambawaras berasal dari kata tamba + waras. Tamba artinya obat, sedangkan waras artinya normal kembali. Pura Luhur Tamba Waras bermakna pemujaan kekuatan manifestasi Ida Sang Hyang Widhi dalam fungsi sebagai penyedia gudang farmasi alam semesta (bhuwana agung). Dengan demikian permohonan kerahayuan, kesehatan, kebijaksanaan untuk mencapai kesejahteraan merupakan objek pemujaan di pura ini.

Pura ini salah satu Pura Catur Angga, berstatus sebagai Sad Kahyangan Jagat Bali. Pura Luhur Tamba Waras termasuk dalam jajar kemiri, yakni juringan yang membangun kekuatan. Gunung Batukaru dengan puncaknya Kedaton merupakan bentuk manifestasi Hyang Widhi sebagai pelindung kehidupan sarwa prani, dengan menganugerahkan pangurip gumi. Adapun pura jajar kemiri yang dimaksud adalah Pura Luhur Muncaksari dan ke bawahnya Pura Tamba Waras yang terletak di sebelah kanan Pura Luhur Batukaru.

Sementara di sebelah kiri terdapat Pura Patali dan Pura Besikalung. Kesempurnaan antara kedua sisi ini dapat memperkuat alam semesta. Dengan demikian Pura Luhur Tamba Waras merupakan satu kekuatan penyangga keutamaan fungsi Ida Batara Sang Hyang Tumuwuh yang berstana di Luhur Batukaru.

Kesehatan lahir dan batin merupakan modal awal untuk menjalani hidup dengan benar. Pura Tamba Waras adalah kekuatan pemberi anugerah di bidang kesehatan lahir batin dan kelestarian alam semesta. Manifestasi Catur Loka Pala Batukaru sebagai Aswinodewa. Kebijaksanaan, kejujuran, kemuliaan hati merupakan kesehatan batin untuk menjalani kehidupan yang lebih baik, di samping kesehatan jasmani atau fisik yang kuat.

Kedua hal ini dapat dimohonkan di pura ini, baik dengan melakukan yoga maupun pelaksanaan ritual yang didasari dengan hati yang suci guna memohon berkat-Nya.

Desa Adat Sangketan merupakan krama adat Pekandel. Sementara Jero Subamia merupakan pangenceng dari pura ini. Buda Umanis Prangbakat merupakan piodalan yang diselenggarakan di pura ini. Sementara karya mamungkah, mupuk pedagingan dan ngenteg linggih dilaksanakan mulai Saniscara Pon Pahang dan berakhir Buda Pon Watugunung.

Makna dan Cara Mabija Yang Benar


Tahap terakhir persembahyang selain nunas tirtha kita juga nunas bija (mebija atau mewija). Bija atau wija didalam bahasa Sansekerta disebut gandaksata yang berasal dari kata ganda dan aksata yang artinya biji padi-padian yang utuh serta berbau wangi.

Image by: Koleksi Pribadi. Besakih 08 April 2018.

Wija atau bija biasanya dibuat dari biji beras yang dicuci dengan air bersih atau air cendana. Kadangkala juga dicampur kunyit (Curcuma Domestica VAL) sehingga berwarna kuning, maka disebutlah bija kuning.Wija atau bija adalah lambang kumara, yaitu putra atau wija Bhatara Siwa. Pada hakekatnya yang dimaksud dengan Kumara adalah benih ke-Siwa-an/Kedewataan yang bersemayam dalam diri setiap orang. Mawija mengandung makna menumbuh- kembangkan benih ke-Siwa-an itu dalam diri orang. Sehingga disarankan agar dapat menggunakan beras galih yaitu beras yang utuh, tidak patah (aksata). Alasan ilmiahnya, beras yang pecah atau terpotong tidak akan bisa tumbuh.

Cara Menempatkan Bija
Dalam menumbuh kembangkan benih ke-Siwa-an / Kedewataan dalam tubuh, tentu meletakkannya juga tidak sembarangan. Ibaratnya menumbuh kembangkan tananam buah kita tidak bisa menamamnya sembarangan haruslah di tanah yang subur. Maka dari itu menaruh bija di badan manusia ada aturannya, agar dapat menumbuh kembangkan sifat kedewataan /ke-Siwa-an dalam diri.

Hendaknya bija diletakan pada titik-titik yang peka terhadap sifat dari kedewataan /ke-Siwa-an. Dan titik-titik dalam tubuh tersebut ada lima yang disebut Panca Adisesa. Yaitu sebagai berikut:

  1. Di pusar yang disebut titik manipura cakra.
  2. Di hulu hati (padma hrdaya) zat ketuhanan diyakini paling terkonsentrasi di dalam bagian padma hrdaya ini (hati berbentuk bunga tunjung atau padma). Titik kedewataan ini disebut Hana hatta cakra.
  3. Di leher, diluar kerongkongan atau tenggorokan yang disebut wisuda cakra.
  4. Di dalam mulut atau langit-langit.
  5. Di antara dua alis mata yang disebut anjacakra.sebenarnya letaknya yang lebih tepat, sedikit diatas, diantara dua alis mata itu.

Pada umumnya dikarenakan ketika persembahyangan dalam sarana pakaian lengkap tentu tidak semua titik-titik tersebut dapat dengan mudah diletakkan bija. Maka cukup difokuskan pada 3 titik yaitu :

  1. Pada Anja Cakra, sedikit diatas, diantara dua alis. Tempat ini dianggap sebagai tempat mata ketiga (cudamani). Penempatan bija di sini diharapkan menumbuhkan dan memberi sinar-sinar kebijaksanaan kepada orang yang bersangkutan.
  2. Pada Wisuda Cakra, Di leher, diluar kerongkongan atau tenggorokan. Sebagai simbol penyucian dengan harapan agar mendapatkan kebahagiaan.
  3. Di mulut, langsung ditelan jangan digigit atau dikunyah. Alasannya seperti tadi kalau dikunyah beras itu akan patah dan akhirnya tak tumbuh berkembang sifat kedewataan manusia.Sebagai simbol untuk menemukan kesucian rohani dengan harapan agar memperoleh kesempurnaan hidup.

Kenyataannya hingga dewasa ini dalam masyarakat Hindu, selain pada titik-titik diatas. Ada juga yang meletakkan pada titik-titik yang lain. Misalnya ditaruh diatas pelipis, sebelah luar atas alis kanan dan kiri. Ada juga yang menaruh pada pangkal di telingah bagian luar.

Bisa dikatakan kurang tepat menaruh bija selain pada 3 titik-titik yang telah disebutkan diatas. Karena titik-titik yang lain dalam tubuh kurang peka terhadap sifat kedewataan atau Tuhan yang ada dalam diri manusia. Sehingga cukup sulit menumbuh kembangkan sifat Kedewataan dalam diri.

Jadi dapat disimpulkan bahwa makna dari penggunaan Bija dalam persembahyangan ialah untuk menumbuh kembangkan sifat Kedewataan/Ke-Siwa-aan/sifat Tuhan dalam diri. Seperti yang disebutkan dalam Upanisad bahwa Tuhan memenuhi alam semesta tanpa wujud tertentu tidak berada di surga atau di dunia tertinggi melainkan ada pada setiap ciptaan-Nya.

artikel lain:

  1. Doa Metirtha, Mesekar dan Mebija
%d bloggers like this: