Paduarsana

Berbagi Tentang Semua Hal

Tag Archives: etika berbusana

Tampil Cantik Saat ke Pura


Wanita wajib tampil cantik dan rapi saat ke Pura. Kebaya mesti rapi, modern namun elegan, rambut (yang panjang) harus disisir dan diikat rapi tidak boleh tergerai. Tampil cantik namun tidak mengabaikan etika berbusana ke pura.

Image by: Sejarah Hari Raya Hindu; Ilustrasi

Cerita tentang wanita dan rambut yang tergerai, dalam Hindu, sebetulnya punya sejarah yang panjang, mengingat kisah ini bermula dari satu dari dua epos mahakarya yang terus abadi hingga saat ini yaitu Mahabharata. Lebih tepatnya, pada kejadian di balairung istana, ketika Drupadi diseret oleh Dursasana dengan menjambak rambutnya, berusaha ditelanjangi olehnya sebagai budak taruhan yang baru saja mereka menangkan. Bab Sabha Parwa, subbab Dyuta Parwa.

Potret Drupadi yang diperkosa hak-haknya, ditelanjangi oleh iblis di depan suaminya sendiri yang (diam saja) ia anggap titisan dewa, adalah bentuk pemasungan perempuan yang paling terkenal di dalam sejarah. Kejadian ini pun sudah berulang kali dikupas dalam berbagai ulasan, kritik, dan karya sastra, dari sudut pandang yang berbeda. Dari sudut pandang perempuan yang pasrah, sampai perempuan yang menggugat.

Namun, satu hal dari cerita mahabarata tersebut yang sangat membekas di benak masyarakat Hindu adalah sumpah dari Drupadi.

Yang menyatakan bahwa ia tak akan menyisir, memotong, dan mengikat rambutnya sebelum rambut itu dibasuh dengan darah Dursasana.

Meskipun pada akhirnya sumpah itu terlaksana, tetapi wanita dengan rambut tergerai, dalam masyarakat Hindu, dipandang sebagai simbol kemarahan, kebencian, dan dendam. Inilah sebab mengapa seorang wanita yang berkunjung ke pura tidak diperkenankan untuk menggerai rambutnya. Siapa pun yang datang ke rumah Tuhan hendaknya berada dalam ketenangan dan kesucian. Bukan dengan dendam apalagi kemarahan, karena kemarahan seorang wanita itu kadang sampai tak terkatakan.

Contoh paling terkenal dalam sastra Hindu soal ini adalah ketika Parvati berubah menjadi Kali (bentuk Durga yang paling menyeramkan) dan membuat dunia kocar-kacir.Bahkan suaminya, Siwa, tak bisa menghentikannya, tak bisa membuat ia sadar. Tak ada kekuatan Siwa yang bisa menandingi seorang Parvati yang marah.

Tapi akhirnya Kali sadar dan kembali tenang, ketika ia menginjak suaminya sendiri. Siwa mengorbankan dirinya sendiri untuk diinjak, Syukurlah setelah itu amarah Kali mereda. Dan, di sinilah ada bentuk yang paling sering muncul dalam arca-arca di Pura Dalem: Durga yang menjulurkan lidahnya yang merah, menggigitnya dengan gigi yang putih bersih. Maksudnya, sifat-sifat marah dan ganas (rajas) cuma bisa dihentikan dengan sifat-sifat yang putih, bersih, dan suci (satwam).

Apa kaitannya dengan rambut?

Ini terlihat dalam wujudnya sebagai Kali, rambutnya hampir selalu tergerai. Dan dalam beberapa sumber, Drupadi dianggap sebagai titisan Kali, sehingga bisalah kita simpulkan kalau dalam cerita-cerita itu, mereka berdua punya hubungan yang tak bisa kita abaikan,

Cuma memang, sekarang imbauan ini jarang orang yang tahu, soal adab untuk tidak menggerai rambut di pura, jarang terlihat aturan itu terpampang di papan-papan petunjuk pura yang pernah saya datangi. Bagaimanapun, dari kebiasaan kecil ini sebenarnya panduannya ke sastra dan nilai agama itu besar sekali. Pelajaran yang sangat berharga dalam banyak hal. Pertama untuk memuliakan dan menghormati wanita. Kedua untuk tidak mengabaikan hal-hal kecil, apalagi ketika itu menyangkut adat dan kebiasaan yang baik. Karena sesungguhnya kitalah yang mestinya melestarikan adat itu, bukan menjadikannya musnah.

diolah dari sumber: mencarijejak, mediahindu

Tips Berpenampilan ke Pura


girl-sudi wadani

Image by: Sejarah Hari Raya Hindu; Ilustrasi

Menjaga penampilan cantik, rapi dan bersih pada saat melakukan persembahyangan bertujuan agar perasaan nyaman, sehingga persembahyangan pun bisa dilakukan dengan baik. Untuk bisa tampil cantik, tentu tidak harus menggunakan pakaian kebaya, make-up dan aksesori serba mahal. Semua harus disesuaikan dengan keperluan saja, jangan sampai berlebih yang bisa menimbulkan kesan pamer. Mulai dari pakaian atau kebaya, pilih yang tepat untuk acara persembahyangan, make-up dan rambut sewajarnya, demikian juga aksesori.

Semua umat harus bisa menyesuaikan dandanan ke pura. Terutama wanita remaja dan dewasa, harus benar-benar memperhatikan dadanan mulai dari kebaya, rambut dan make-up. Untuk kebaya gunakan kebaya berbahan kain, jika memilih bahan brokat usahakan menggunakan lapisan atau angkin agar tampilan terlihat lebih rapi dan nyaman dilihat. Sesuaikan pilihan kamen untuk ke pura atau ke acara lainnya. Gunakan kain atau kamen tenun dan batik untuk ke pura atau persembahyangan.

Sementara untuk acara pernikahan atau resepsi boleh menggunakan songket. Jangan memaksakan diri menggunakan pakaian serba mahal atau serba baru, agar terlihat lebih di antara yang lain. Justru hal ini akan membuat pikiran lebih tertuju pada penampilan daripada acara persembahyangan.

Untuk make-up gunakan seperlunya saja, sesuaikan dengan kebutuhan, padanan dengan pakaian dan aksesori. Kebaya atau pakaian yang digunakan ke pura biasanya dominan putih sehingga warna make-up yang digunakan usahakan warna-warna alami.

Dandanan rambut ke pura untuk gadis dan sudah menikah tentu berbeda. Wanita yang sudah menikah harus menggunakan sanggul yang bermakna bahwa wanita ini sudah diikat perkawinan. Sedangkan gadis remaja harus menata rambutnya dengan rapi tidak boleh diurai lepas. Akan lebih rapi lagi jika rambut ditata dengan pusungan gonjer, yang menandakan belum menikah atau masih bebas mencari pasangan hidup.

Dalam hal penampilan dan dandanan ke pura tidak perlu merasa berlomba-lomba menggunakan pakaian, atau aksesori terbaru. Terpenting dandanan rapi, bersih dan sesuai dengan situasi karena dalam sembahyang diperlukan ketenangan dan hati yang tulus melaksanakannya.

**Dari berbagai sumber. Artikel terkait : Etika Berbusana ke Pura

Etika Berbusana Ke Pura


Image by: Media Hindu

Mode selalu berubah dan berkembang,,tidak jarang model berbusana ke pura pun semakin modis, dan seksi. Pada dasarnya berbusana tentu akan lebih baik jika disesuaikan dengan aktifitas / kegiatan yang akan dilakukan. Bagi umat Hindu wanita sering kita jumpai mengenakan kebaya dengan bahan tranparan dengan kain bawahan(kamen) bagian depan hanya beberapa centi dibawah lutut melakukan persembahyangan. Pikiran setiap manusia tentu tidak sama, ada yang berpikir positif bahwa itulah trend mode masa kini. Tapi yang berpikiran negatif tentu tidak sedikit, inilah permasalahanya pikiran negatif, paling tidak busana terbuka akan mempengaruhi kesucian pikiran umat lain yang melihatnya sehingga mempengaruhi konsentrasi persembahyangan.

Menurut sastra, pikiran yang akan mengantarkan sembah bhakti kita kepada Hyang Widhi. Artinya: Jika dalam persembahyangan pikiran terfokus pada Hyang Widhi, maka sembah bhakti kita akan sampai pada-Nya, namun jika pikiran terpusat pada yang tidak patut, maka kesanalah angan kita dibawa. Jadi, dalam melakukan suatu kegiatan yadya atau persembahyangan selain syarat ketulus-ikhlasan, kesucian pikiran merupakan landasan konsentrasi(pikiran terpusat kepada-Nya.)

Akhirnya kembali kepada pemakai busana tersebut apa kata hati nurani(atmanasthuti)nya. Pantaskan sebuah trend busana tersebut dipakai untuk melakukan yadna atau persembahyangan? sedangkan untuk melakukan semua itu diperlukan pikiran yang suci umat. Diperlukan kesadaran semua umat untuk turut mensucikan pura antara lain dengan kesucian pikiran diri sendiri dan orang lain.

Artikel Terkait: Tips Berpenampilan ke Pura

%d bloggers like this: