Paduarsana

Berbagi Tentang Semua Hal

Monthly Archives: January 2013

Upacara Melaspas


Melaspas wajib dilakukan bagi keluarga Hindu yang telah selesai mendirikan rumah tinggalnya. Selain rumah tinggal upacara melaspas juga dilakukan terhadap bangunan lain seperti bangunan suci(pura,merajan dll) hotel, kantor, toko bahkan kandang. Upacara melaspas bertujuan untuk membersihkan dan menyucikan bangunan secara niskala sebelum digunakan atau ditempati. Melaspas dalam bahasa Bali memiliki arti Mlas artinya Pisah dan Pas artinyany Cocok, penjabaran arti Melaspas yaitu sebuah bangunan dibuat terdiri dari unsur yang berbeda ada kayu ada pula tanah(bata) dan batu, kemudian disatukan terbentuklah bangunan yang layak(cocok) untuk ditempati.

Upacara Melaspas wajib dilakukan Umat Hindu di Bali dan telah menjadi tradisi hingga kini, Melaspas dilakukan bertujuan untuk terciptanya ketenangan dan kedamaian bagi anggota keluarga yang tinggal di rumah tersebut terhindar dari hal-hal yang tidak diiginkan.

Tingkatan upacara melaspas, seperti halnya upacara-upacara lainnya yaitu:

  1. Kanista, upacara yang dilakukan paling sederhana
  2. Madya, Upacara yang dilakukan tergolong sedang.
  3. Utama, Upacara yang dilakukan tergolong besar.

Sebelumnya dilakukan upacara Melaspas, dilakukan terlebih dahulu mecaru.

  • Nedunang Bhutakala
  • Menghaturkan Labaan
  • Mengembalikan ketempatnya masing-masing.

Selanjutnya baru dilakukan upacara Melaspas, Rangkaian upacara melaspas sebagai berikut:

  1. Mengucapkan orti pada mudra bangunan
  2. Memasang ulap ulap pada bangunan, ulap ulap dipasang tergantung jenis bangunan ( ulap ulap kertas yang ditulis dengan hurup rajahan ).
  3. Bila bangunan tersebut tempat suci maka dasar banguan digali lubang untuk tempatkan pedagingan, kalau bangunan utama di isi pedagingan pada puncak dan madya juga, pada bagian puncak diisi padma dari emas.
  4. Pangurip urip,arang bunga digoreskan pada tiap tiap bangunan (melambangkan tri murti, Brahmana, Visnu, Iswara), jadi umat Hindu Bali percaya bahwa bangunan yang didirikan tersebut menpunyai daya hidup.
  5. Ngayaban banten ayaban dan ngayaban pras pamlaspas yang didahului memberikan sesajen pada sanggah surya ( Batang bambu yang menjulang tinggi)
  6. Ngayaban caru prabot
  7. Ngeteg-Linggih. Bila yang di Melaspas adalah tempat suci (palinggih), lalu upacaranya di tingkat madya dan nistaning utama bisa dilaksanakan sekaligus. (Drs.I Nyoman Singgih Wikarman)

Puncak upacara melaspas umumnya disertai dengan menancapkan tiga jenis bentuk banten yang disebut ”Orti”. Tiga jenis banten Orti itu adalah Orti Temu, Orti Ancak dan Orti Bingin. Tiga Orti ini menggambarkan makna dari rumah tinggal tersebut. Orti Temu sebagai simbol yang melukiskan rumah tinggal itu setelah dipelaspas bukan merupakan rangkaian bahan-bahan bangunan yang bersifat sekala semata yang tak bernyawa, tetapi sudah ditemukan dengan kekuatan spiritual yang niskala dengan upacara yadnya yang sakral. Ini artinya rumah tinggal itu sudah hidup atau ”maurip” secara keagamaan.

Kesimpulannya, Upacara Melaspas dilakukan bertujuan untuk memohon kepada Hyang Widhi Wasa agar bagunan yang akan ditempati diberikan anugerah keselamatan dan kerahayuan bagi semua yang ada didalamnya.

**dari berbagai sumber

Banten Saraswati dan Proses Upacaranya


Banten Saraswati terdiri dari: daksina, beras wangi dilengkapi dengan air kumkuman yang diaturkan pada pustaka-pustaka suci. Dalam banten Saraswati tersebut, disertakan jaja cacalan (kue dari beras) yang berbentuk cecek (cicak dalam bahasa Indonesia) sebagai simbol Saraswati. Ada beberapa pemikiran tentang dipakainya cecek atau cicak. Kalangan arkeolog dan antropolog memaknainya sebagai binatang yang punya daya magis, mampu menangkap getaran alam, juga dianggap sebagai perwujudan dari leluhur. Kalangan peneliti bahasa menganggapnya sebagai cecek atau dalam bahasa indonesianya titik, yang merupakan akhir dari sebuah kalimat. Menurut kalangan ini, titik inilah yang menjadi awal, dan tempat bertemunya titik-titik (tanpa putus) adalah pada bilangan nol (lingkaran). Jadi di sini ditafsirkan bahwa binatang cicak/cecek hanya berfungsi sebagai simbol untuk mengungkapkan sesuatu yang sempurna yang tak berujung dan tak berakhir.

sarasvati

Image: Koleksi Pribadi, Banten Saraswati

Proses upacara Saraswati ini di Bali dikenal dengan istilah Ngelinggihang Dewi Saraswati atau Sang Hyang Aji Saraswati. Kata ngelinggihang ini, bisa dipadankan dengan mempasupati atau juga memberi jiwa pada pengetahuan atau sastra. Sementara kata Saraswati berasal dari akar kata Sr yang berati mengalir. Jadi dalam hal ini, perayaan Saraswati bisa dikatakan sebagai memberi jiwa (mempertajam kembali) sesuatu yang mengalir, yang diidentikkan dengan pengetahuan atau sastra. Proses pemberian jiwa (penajaman kembali) pengetahuan dan sastra ini di Bali lazim dilakukan dengan mengupacarai pustaka-pustaka (lontar dan buku-buku).

Setelah banten saraswati dipersiapkan, selanjutnya dilakukan nunas (memohon) Tirtha Saraswati dengan sarana: air, bija, menyan astanggi dan bunga. Caranya sebagai berikut:

  • Ambil setangkai bunga, pujakan mantra: Om, puspa danta ya namah.
  • Sesudahnya dimasukkan kedalam sangku. Ambil menyan astanggi, dengan mantram “Om, agnir, jyotir, Om, dupam samar payami”.
  • Kemudian masukkan ke dalam pedupaan (pasepan).
  • Ambil beras kuning dengan mantram : “Om, kung kumara wijaya Om phat”.
  • Masukkan kedalam sesangku.
  • Setangkai bunga dipegang, memusti dengan anggaranasika, dengan mantram:

Om, Saraswati namostu bhyam Warade kama rupini Siddha rastu karaksami Siddhi bhawantu sadam.

Artinya: Om, Dewi Saraswati yang mulia dan maha indah,cantik dan maha mulia. Semoga kami dilindungi dengan sesempurna-sempurnanya. Semoga kami selalu dilimpahi kekuatan.

Om, Pranamya sarwa dewanca para matma nama wanca. rupa siddhi myaham.

Artinya: Om, kami selalu bersedia menerima restuMu ya para Dewa dan Hyang Widhi, yang mempunyai tangan kuat. Saraswati yang berbadan suci mulia.

Om Padma patra wimalaksi padma kesala warni nityam nama Saraswat.

Artinya: Om, teratai yang tak ternoda, Padma yang indah bercahaya. Dewi yang selalu indah bercahaya, kami selalu menjungjungMu Saraswati.

  • Sesudahnya bunga itu dimasukkan kedalam sangku. Sekian mantram permohonan tirta Saraswati. Kalau dengan mantram itu belum mungkin, maka dengan bahasa sendiripun tirta itu dapat dimohon, terutama dengan tujuan mohon kekuatan dan kebijaksanaan, kemampuan intelek, intuisi dan lain-lainnya.

  • Setangkai bunga diambil untuk memercikkan tirtha ke pustaka-pustaka dan banten-banten sebanyak 5 kali masing-masing dengan mantram:

    • Om, Saraswati sweta warna ya namah.
    • Om, Saraswati nila warna ya namah.
    • Om, Saraswati pita warna ya namah.
    • Om, Saraswati rakta warna ya namah.
    • Om, Saraswati wisma warna ya namah.
  • Kemudain dilakukan penghaturan (ngayaban) banten-banten kehadapan Sang Hyang Aji Saraswati

  • Selanjutnya melakukan persembahyangan 3 kali ditujukan ke hadapan :

    • Sang Hyang Widhi (dalam maniftestasinya sebagai Çiwa Raditya).

Om, adityo sya parajyote rakte tejo namastute sweta pangkaja madyaste Baskara ya namo namah.

Om, rang ring sah Parama Çiwa Dityo ya nama swaha

Artinya: Om, Tuhan Hyang Surya maha bersinar-sinar merah yang utama. Putih laksana tunjung di tengah air, Çiwa Raditya yang mulia.Om, Tuhan yang pada awal, tengah dan akhir selalu dipuja.

    • Sang Hyang Widhi (dalam manifestasinya sebagai Tri Purusa)

Om, Pancaksaram maha tirtham, Papakoti saha sranam Agadam bhawa sagare. Om, nama Çiwaya.

Artinya: Om, Pancaksara Iaksana tirtha yang suci. Jernih pelebur mala, beribu mala manusia olehnya. Hanyut olehnya ke laut lepas.

    • Dewi Saraswati

Om, Saraswati namostu bhyam, Warade kama rupini, Siddha rastu karaksami, Siddhi bhawantume sadam.

Artinya: Om Saraswati yang mulia indah, cantik dan maha mulia, semoga kami dilindungi sesempurna-sempurnanya, semoga selalu kami dilimpahi kekuatan.

Sesudah sembahyang dilakukan metirtha dengan cara-cara dan mantram-mantram sebagai berikut :

Meketis 3 kali dengan mantram:

Om, Budha maha pawitra ya namah.
Om, Dharma maha tirtha ya namah.
Om, Sanghyang maha toya ya namah.

Minum 3 kali dengan mantram:

Om, Brahma pawaka.
Om, Wisnu mrtta.
Om, Içwara Jnana.

Meraup 3 kali dengan mantram :

Om, Çiwa sampurna ya namah.
Om, Çiwa paripurna ya namah.
Om, Parama Çiwa suksma ya namah.

Demikianlah rangkaian upacara hari raya saraswati, Sehari setelah hari raya Saraswati (Minggu) dirayakan Banyupinaruh, ditandai dengan melakukan pembersihan ke sumber-sumber air seperti laut atau mandi air kumkuman. Besoknya, dirangkaikan dengan Somaribek (Senin), yang dimaknai dengan terpenuhinya segala kebutuhan pangan.

**dari berbagai sumber

Artikel terkait:

  1. Makna Perayaan Hari Saraswati
  2. Dewi Saraswati
  3. Tattwa, Susila dan Upacara Hari Raya Saraswati

Tuntunan Karakter Wangsa Pupuh Ginanti


WICARA indik tuntunan karakter wangsa wantah isu sané dahat mautama ring aab jagaté mangkin. Yadiastun sampun sering titiang nyurat indiké puniki, kantun akéh sané patut kasobyahang pinaka tuntunan ngupadi kahuripan. Sasuratan puniki pinaka cihna titiang sareng nyangra miwah nyumponin pikamkam Kemendikbud RI. Tetujon sané kaulatiang pisan mangda krama Indonésiané digelis mawali ka jati angga, ngélingang warisan lelingsiré sané marupa nilai-nilai luhur Pancasila.

Ri kalaning jagaté sampun ngranjing ring éra global, sané macihna luir widang kahuripan sampun maju utawi canggih, indik tata maparilaksana ring jagaté puniki, nénten dados iraga nglaliang warisan lelingsiré sané adiluhung saha sampun macihna prasida nunggilang parajanané ri kala ngrebut kamahardikan. Dumun, ri kala lelingsiré durung akéh sané mapangkat luhur miwah madasar pendidikan tinggi, prasida matunggilan (bersatu). Akéhan mapikayun hening tan paleteh utawi nginggilang kawicaksanan miwah kejujuran. Yéning mangkin, ri kala sampun akéh sané mapangkat lan madasar pendidikan tinggi (profesor, doktor, magister), sapatutnyané sampun madué karakter sadu gunawan, mapikayun, mabaos, lan makértiyasa manut ajahan dharma, nénten malih malaksana kaon.

Kawiaktiannyané sané mangkin, sayan ngakéhan kawicarayang indik parilaksanan parajanané nénten manut ring sané kaptiang. Yéning turah mangkiné sampun nglimbak metu krisis etika-moral, sané mawinan parajanané nénten precaya malih ring sang maraga guru wisésa. Akéh sang ngawerat sané malinggih ba duur, maparilaksana nénten manut ajahan etika-moral, nénten manut ring ajahan agama. Kasus suap sayan ngakéhan, kasus korupsi sayan nglimbak tur ngagengang, mawinan akéh mantan pejabat miwah pejabaté sané kantun aktif katibén kasus hukum.

Indiké puniki sané patut kauratiang pinaka wiwilan sang maraga guru wisésa utaminipun sané ring widang pendidikan sampun ngeh, mawinan ngwetuang pidabdab ngwaliang nilai-nilai pendidikan karakter sané sida kaketus ring nilai-nilai dasar Pancasila, mangda sida kapikukuhin, kanggén pinaka bekel antuk para guruné nuntun alit-alité mangda resep tur prasida nglaksanayang ring pakraman.

Yéning selehin malarapan étimologis, karekter mateges watak utawi tabiat. Yéning ring basa Bali masaih ring abah, gegaduhan (kebiasaan), taler kabaos sradha (keyakinan utawi akhlak). Malarapan wirasan karakter punika prasida kabaos mungguing karakter marupa sradha, gegaduhan, bikas, ingkah-ingkuh utawi pratingkah sané wénten ring anggan i manusa saha pacang nguduhin sajeroning maparilaksana ring kahuripan.

Sané mangkin metu raris pitakén, ring dija minab genah karakter punika sajeroning anggan i manusa? Cawisannyané sapuniki. Pikayunan pacang ngwetuang bebaosan. Bebaosan pacang nguduhin perilaksana. Parilaksana pacang ngwetuang gegaduhan. Gegaduhan sané ngwangun karakter utawi bikas; Karakteré puniki sané nentuang nasib i manusa. Dadosipun, pikayunan puniki sané marupa wiwit utama karakteré punika.

Sané mangkin ngiring uratiang téks pupuh Ginanti ring sor saha turéksa, asapunapi tuntunan karakter wangsa sané prasida kaanggit, anggén suluh ikang praba.

Saking tuhu manah guru,

mituturin cening jani,

kawruhané luir senjata,

ne dadi prabotang sai,

kaanggén ngaruruh merta,

saenun ceningé urip.

Téks Pupuh Ginanti ba duur, pakantenanipun sadrana, nanging yéning telebin ngrasayang, majanten pacang sida kakeniang tuntunan sané dados kabaos tuntunan karakter wangsa. Tuntunan karakter sané sida kaanggit iriki, wénten (1) karakter guru, miwah (2) karakter siswa/murid.

Karakter guru

Sapasira ugi marasa angga dados guru, mangda setata éling ring angga madué swagina sané abot nanging utama. Kruna guru mateges abot (berat). Gu mateges peteng (gelap), ru mateges galang (terang). Guru madué swadarma ngicénin sasuluh miwah piteket ring para siswannyané. Guru, setata patut mapaica kaweruhan lan piteket-piteket kadi angganing Déwa Surya, sané setata ngicénin sinar terang ring para siswané gumanti pacang manggihin galang. Duaning asapunika, guru patut madué karakter pinaka SDM sané wikan tur wicaksana. Madué kawikanan sané imbang ring moralitasnyané, duaning ”Yéning guru mawarih ngadeg, murid pacang mlaib-mlaiban” ring basa Indonesia ‘Guru kencing berdiri, murid kencing berlari’. Mangda nénten asapunika.

Karakter Murid/Siswa

Akéh siswané sané masekolah wantah nginutin mode kémanten. Kémaon sareng gradag-grudug, nganggén busana seragam, medal saking jero, ngédéngang padruénan miwah kasugihan, nganggén motor anyar, mobil méwah, HP Blackbérry, nanging ring sekolahan nénten naenan madué kayun susrusa ngidepang daging sastra. Puniki karakter siswa sané kalintang kaon.

Nah, karakteré sané wedar titiang iwawu mangda sida kauah manados karakter sané becik. Iriki swadarman sang maraga guru pacang mawiguna. Punika mawinan guru maosang ring siswané mungguing ”Kaweruhané luir senjata” (Ilmu pengetahuan itu bagaikan senjata). Makasami jadmané merluang senjata ri kalaning ngupadi kauripan puniki. Duaning sanjata punika pacang kaprabotang sarahina-rahina, kanggén ngruruh merta, makasami siswané patut jemet melajahang angga. “Taki-takining sewaka guna widia”. Saking alit patut jemet mlajahang angga, mangda ungkuran dados anak wikan. Wikan maweweh wagmi (ahli), wikan maweweh waged (terampil), wikan sané wicaksana (bijaksana).

Yéning iriki sang maraga guru nénten urati ngicénin sasuluh miwah tuntunan, mapuara para siswané nénten pacang tatas ring swadarma, kéwanten liwat baos guruné, nénten sida katelebang. Patut kandikain para siswané, mungguing uripé dados yowana tan péndah entik ambengan. Ri kantun alité ipun tajep pisan jagi ngidepang daging sastra. “Masa muda masa belajar. Tiada hari tanpa belajar”.

Sajaba punika, saking tembangé i wawu sida antuk nglanturang piteket mungguing abot pisan uripé yéning dados anak belog utawi tambet. Belog punika, ring pustaka Sarasamuscaya kabaos punggung. Anaké sané punggung tan péndah kadi anak buta. Ipun pacang kapetengan, nénten prasida antuka mikayunan ragané ngruruh pangupa jiwa.

Taler patut kandikain, “Yéning sampun wikan, madué pangweruhan, patut kayun makarya mengabdikan ilmu”. Manut dalang Cénk Blonk, wenten tetiga bekel anaké dados pemimpin, inggih punika (ilmu, amal, iman). Pemimpiné patut madué ilmu, kacihnayang antuk ijazah (sarjana); Ilmu punika pacang kaamalang, kanggén gegamelan mimpin gumi (ngrajegang jagat); ngamalang ilmu ring ngértiang kepemimpinan patut manut sulur iman. Nénten dados lémpas ring nilai karakter keimanan, karakter ketaqwaan, kesopanan, kasantunan, miwah kapatutran. Raris, sasampun ngamolihang pangupajiwa malarapan ilmu amal miwah iman punika, patut éling ring kawitan, bakti ring sang maraga guru. Molihang pangweruh saking i guru, sasampun masekaya nénten dados lali ring guru (rupaka, pangajian, wisésa, swadhyaya).

Malarapan papaosan ba duur prasida kacutetang mungguing téks pupuh Ginanti miwah téks-téks pupuhé sané akéh pisan mungguh ring kriasastra geguritan, katah pisan madaging tuntunan karakter wangsa sané patut katuréksain, raris kasobyahang, anggén bekel ri kalaning nyusupang nilai-nilai pendidikan karakter ring saluir widang pendidikan mangda kapaica ring para siswané. Mogi-mogi wénten pikenohipun!!!

**Bali Post | Dr. I Nyoman Suwija, M.Hum.