Paduarsana

Berbagi Tentang Semua Hal

Daily Archives: May 29, 2012

Yadna Sesa(Ngejot atau Mesaiban)


Yadnya Sesa adalah yadnya yang paling sederhana sebagai realisasi Panca Yadnya yang dilaksana umat Hindu dalam kehidupan sehari-hari. Dibeberapa tempat di Bali, yadnya sesa diterjemahkan dengan mesaiban, atau mejotan. Persembahan yang paling sederhana, terdiri dari nasi,lauk pauk(yang dimasak pada hari itu),garam dan sebagainya. Ini adalah persembahan kepada Hyang Widhi dan merupakan simbol pernyataan syukur atas anugerah Tuhan. Dalam kitab-kitab Weda disebutkan bahwa apapun yang dinikmati hendaknya terlebih dahulu dipersembahkan kepada Hyang Widhi dan yang kita nikmati adalah prasadam-Nya(lungsuran:bahasa bali)

Yadnya Sesa yang sempurna adalah dihaturkan lalu dipercikkan air bersih dan disertai dupa menyala sebagai saksi dari persembahan itu. Namun yang sederhana bisa dilakukan tanpa memercikkan air dan menyalakan dupa, karena wujud yadnya sesa itu sendiri dibuat sangat sederhana.

Ada 5(lima) tempat penting yang dihaturkan Yadnya Sesa,sebagai simbol dari Panca Maha Bhuta:

  1. Pertiwi(tanah),biasanya ditempatkan pada pintu keluar rumah atau pintu halaman.
  2. Apah(Air), ditempatkan pada sumur atau tempat air.
  3. Teja(Api), ditempatkan di dapur, pada tempat memasak(tungku) atau kompor.
  4. Bayu, ditempatkan pada beras,bisa juga ditempat nasi.
  5. Akasa, ditempatkan pada tempat sembahyang(pelangkiran,pelinggih dll).

Didalam Kitab Manawa Dharma Sastra Adhyaya III 69 dan 75 dinyatakan: Dosa-dosa yang kita lakukan saat mempersiapkan hidangan sehari-hari itu bisa dihapuskan dengan melakukan nyadnya sesa. Selain itu didalam Bhagawadgita III 13 juga sebutkan:

Yajna sishtasinah santo mucnyante sarva kilbishail bhunjate te tu agham papa ye panchanty atma karanat.

Artinya: Ia yang memakan sisa yadnya akan terlepas dari segala dosa(tetapi) ia yang memasak makanan hanya bagi dirinya sendiri, sesungguhnya makan dosa.

Doa-doa dalam Yadnnya Sesa:

Yadnya Sesa yang ditujukan kepada Hyang Widhi melalui Istadewata(ditempat air,dapur,beras/tempat nasi dan pelinggih/pelangkiran doanya adalah:

OM ATMA TAT TWATMA SUDHAMAM SWAHA, SWASTI SWASTI SARWA DEWA SUKHA PRADHANA YA NAMAH SWAHA. artinya: Om Hyang Widhi, sebagai paramatma daripada atma semoga berbahagia semua ciptaan-Mu yang berwujud Dewa. 

Yadnya Sesa yang ditujukan kepada simbol-simbol Hyang Widhi yang bersifat bhuta, Yaitu Yadnya Sesa yang ditempatkan pada pertiwi/tanah doanya:

OM ATMA TAT TWATMA SUDHAMAM SWAHA, SWASTI SWASTI SARWA BHUTA,KALA,DURGHA SUKHA PRADANA YA NAMAH SWAHA. Artinya: Om Sang Hyang Widhi, Engkaulah paramatma daripada atma, semoga berbahagia semua ciptaan-Mu yang berwujud bhuta,kala dan durgha.

Makanan yang diperoleh dari membelipun seharusnya kita mengucapkan doa sebagaimana kita menghaturkan Yadna Sesa sebagai simbol bahwa yang kita nikmati adalah prasadamnya(lungsuran). Setelah itu barulah kita mengucapkan doa makan. Membiasakan diri mempersembahkan apapun yang kita nikmati sehari-hari adalah hal yang penting sebagai rasa syukur terhadap anugerah Hyang Widhi.

Artikel terkait:

  1. Doa sehari-hari
  2. Yadnya Dalam Hindu

Makna Sarana Persembahyangan Hindu(4)


Sarana persembahyangan yang lain adalah Wija/Bija, disebut pula Gandaksata, berasal dari kata ganda dan aksata, artinya biji padi-padian yang utuh serta berbau wangi. Mawija atau mabija dilakukan setelah usai mathirta, yang merupakan rangkaian terakhir dan suatu upacara persembahyangan. Oleh karena itu hendaknya dipergunakan beras yang utuh/tidak patah, dicuci bersih kemudian dicampur dengan wangi-wangian, misalnya: air cendana serta bunga yang harum. Bija dianggap sebagai simbul benih yang suci anugrah dari Tuhan dalam wujud Ardhanareswari/Purusa-Pradana. Pemakaiannya hampir sama, dengan tirtha yaitu ditaburkan pada bangunan yang dipergunakan dalam suatu upacara sebagai simbol penaburan benih yang suci yang akan memberikan kesucian. Ini biasanya dilakukan sebelum persembahyangan atau upacara keagamaan yang lainnya.

Sehabis sembahyang umat Hindu selalu mengenakan Wija/Bija, umumnya penggunaaan bija:

  • Diletakkan diantara kedua kening(disebut Cudamani). Penempatan wija/bija disini diharapkan menumbuhkan dan memberikan sinar-sinar kebijaksanaan kepada orang yang bersangkutan.
  • Diletakkan di tengah-tengah dada sebagai simbol pensucian dan mendapat kebahagiaan.
  • Ditelan sebagai simbol untuk menemukan kesucian rohani dengan harapan agar memperoleh kesempurnaan hidup.

Wija atau Bija adalah lambang Kumara, yaitu putra atau wija Bhatara Siwa. Pada hakekatnya yang dimaksud dengan Kumara adalah benih ke-Siwa-an yang bersemayam dalam diri setiap orang. Mawija/Mabija mengandung makna menumbuh- kembangkan benih ke-Siwa-an itu dalam diri orang. Benih itu akan bisa tumbuh dan berkembang apabila ladangnya bersih dan suci, maka itu mewija dilakukan setelah mathirta.

Artikel terkait:

  1. Makna sarana persembahyangan Hindu(3)
  2. Makna sarana persembahyangan Hindu(2)
  3. Makna sarana persembahyangan Hindu(1)

Makna Sarana Persembahyangan Hindu(3)


Sarana persembahyangan selanjutnya adalah Bunga. Bunga mempunyai dua fungsi penting dalam agama Hindu yaitu sebagai simbol Tuhan(Dewa Siwa) dan sebagai sarana persembahyangan semata. Sebagai simbol Tuhan, bunga diletakkan tersembul pada unjung kedua telapak tangan yang dicakupkan pada saat menyembah. Setelah selesai menyembah, bunga biasanya ditajukkan diatas kepala(rambut) atau disumpangkan ditelinga. Sebagai sarana persembahyangan bunga dipakai untuk mengisi upacara atau sesajen yang akan dipersembahkan kepada Tuhan ataupun roh suci leluhur.

Bagi umat Hindu, bunga dipakai untuk menunjukkan kesucian hati untuk memuja Sang Hyang Widhi Wasa serta sinar suci-Nya,para leluhur dan para Rsi.

Warna-warna yang umum digunakan dalam persembahyangan antara lain:

  • Bunga berwarna putih, untuk memuja Hyang Widhi dengan sebutan Iswara, memiliki kekuatan seperti badjra,memancarkan sinar berwarna putih(netral).
  • Bunga berwarna merah, untuk memuja Hyang Widhi dengan sebutan Brahma, memiliki kekuatan seperti gada memancarkan sinar berwarna merah.
  • Bunga berwarna hitam, biasanya diganti dengan bunga berwarna biru, atau hijau. Dipakai untuk memuja Hyang Widhi dengan sebutan Wisnu, memiliki senjata cakra dan memancarkan sinar berwarna hitam.
  • Bunga berwarna kuning, untuk memuja Hyang Widhi dengan sebutan Mahadewa yang memiliki kekuatan seperti nagapasa,memancarkan sinar berwarna kuning. Persembahyangan dengan bunga berwarna kuning biasanya digabungkan dengan kewangen yang dilengkapi dengan bunga berwarna kuning.

Kewangen.

Bagi umat Hindu khususnya di Bali, kewangen merupakan perlengkapan sembahyang yang penting. Terutama kalau bersembahyang mengikuti puja pinandita. Dari puja pengantarnya dapat diketahui bahwa kewangen dipakai untuk memuja Sang Hyang Widhi dalam wujud Pradana Purusha Ardanareswari dan pemberi anugerah.

Kewangen dibuat dari daun pisang atau janur yang berbentuk kojong. Di dalamnya diisi perlengkapan berupa daun-daunan, hiasan dari rangkaian janur yang disebut sampian kewangen, bunga, uang kepeng dan porosan yang disebut silih asih. Adapun yang dimaksud dengan porosan silih asih adalah dua potong daun sirih yang diisi kapur dan pinang, diatur sedemikian rupa sehingga bila digulung akan tampak bolak-balik, yaitu yang satu potong tampak bagian perutnya dan satu bagian lagi tampak bagian punggungnya.

Kalpika/Kartika.

Kalpika/Kartika adalah salah satu perlengkapan yang selalu dipergunakan oleh para Sulinggih dalam penyelesaian upacara, baik untuk pribadi maupun untuk masyarakat. Kartika dibuat dari sehelai daun kembang sepatu dan bunganya yang berwarna merah dan bunga jepun(kamboja) yang berwarna putih. Cara membuat kartika/kalpika; daun kembang sepatu dilipat sedemikian rupa sehingga membentuk segi empat belah ketupat,membungkus bunga jepun dan kembang sepatu.

Ditinjau dari warna kalpika melambangkan Tri Murti; warna hijau/hitam melambangka Wisnu, warna merah melambangkan Brahma dan warna putih melambangkan Siwa.

Didalam salah satu puja Surya Sewana disebutkan:

KALPIKA MIJIL SAKING BRAHMA, VIJA MIJIL SAKING WISNU, GANDA MIJIL SAKING ISWARA

Hal ini sesuai dengan bentuk Kalpika yaitu segi empat yang disebut Brahma Bhaga, pada bentuk linga(segi delapan)disebut Wisnu Bhaga, dan palus disebut Siwa Bhaga.

Bagi para sulinggih kalpika/kartika memegang peranan penting sebab dipakai sebagai pengganti tunjung(bunga teratai)untuk menurunkan(nuntun)paratma(atma).