Paduarsana

Berbagi Tentang Semua Hal

Tag Archives: hari raya

Makna dan Banten Hari Raya Kuningan


Sepuluh hari setelah Hari Raya Galungan, Umat Hindu Merayakan Hari Raya Kuningan. Hari Raya Kuningan merupakan hari suci Umat Hindu yang jatuh setiap 210 hari atau 6 bulan tepatnya pada Saniscara (Baca: Sabtu) Kliwon Wuku Kuningan dalam sistem kalender Bali. Pada Hari Raya Kuningan para luluhur dan para dewa turun ke dunia memberikan berkah kesejahteraan bagi seluruh makhluk hidup, diyakini pelaksanaan upacara hari raya kuningan hendaknya sebelum tengah hari karena pada tengah hari waktunya para Dewa kembali ke surga. Pada Dasarnya Upacara Hari Raya Kuningan dilakukan sebelum jam 12 siang dikarenakan energi alam semesta (panca mahabhuta : pertiwi, apah, bayu, teja, akasa) bangkit dari pagi hingga mencapai klimaksnya di bajeg surya (tengah hari). Setelah lewat bajeg surya disebut masa pralina (pengembalian ke asalnya) atau juga dapat dikatakan pada masa itu energi alam semesta akan menurun dan pada saat sanghyang surya mesineb (malam hari) adalah saatnya beristirahat (tamasika kala).

Tamiang dan Endongan Image by: https://www.facebook.com/jun.mabagus

Banten Hari Raya Kuningan disetiap desa tentu disesuaikan dengan adat setempat (desa, kala dan patra) namun pada umumnya pada Hari Raya Kuningan Umat Hindu membuat nasi kuning pelengkap banten(sesajen) yang akan dipersembahkan. Persembahan ini merupakan simbol rasa syukur telah menerima anugerah dari Hyang Widhi. Selain itu banten Hari Raya Kuningan berisi Tamiang, terbuat dari janur berbentuk bulat seperti perisai dirajut dengan indah yang merupakan simbol perlindungan dan perputaran roda(alam) kehidupan.

Selain Tamiang, Endongan juga umumnya terdapat pada banten Hari Raya Kuningan maknanya perbekalan, berbentuk seperti tas pinggang atau kompek. Endongan sebagai simbol bekal bagi leluhur dan juga bagi kita yang masih hidup, bekal paling utama dalam mengarungi kehidupan adalah ilmu pengetahuan dan bhakti (jnana). Sementara senjata yang paling ampuh adalah ketenangan pikiran. Sarana lainnya, yakni ter dan sampian gantung. Ter adalah simbol panah (senjata) karena bentuknya memang menyerupai panah. Sementara sampian gantung sebagai simbol penolak bala.

Bertepatan dengan Hari Raya Kuningan ada tradisi unik yang dilakukan seperti Tradisi Mekotekan di Desa Munggu, Mengwi Badung dan Tradisi Masuryak di Desa Bongan, Tabanan. Pada intinya Hari Raya Kuningan kita hendaknya uning dan eling(mengerti/memahami dan sadar), bahwa dalam kehidupan kita selalu berusaha untuk berada pada jalan Dharma.

Artikel diolah dari berbagai sumber.

Filosofi Hari Raya Saraswati


Saraswati sendiri berasal dari bahasa sansekerta yaitu dari kata Saras yang berarti sesuatu yang mengalir, seperti air ataupun ucapan. Sedangkan kata Wati berarti memiliki. Jadi kata Saraswati berarti sesuatu yang terus mengalir, atau sebagai suatu ucapan yang terus mengalir. Bagaikan ilmu pengetahuan yang tiada habis-habisnya untuk di pelajari.

via Filosofi Hari Raya Saraswati.

Tattwa, Susila dan Upacara Hari Raya Saraswati


Saraswati terdiri dari kata: Saras yang berarti sesuatu yang mengalir, dan “kecap” atau ucapan. Wati berarti memiliki, mempunyai. Jadi, Saraswati berarti yang mempunyai sifat, mengalir dan sebagai sumber ilmu pengetahuan dan kebijaksanaan.

Istilah Yang Berhubungan dengan Saraswati:

  1. Dalam ajaran Tri Murti menurut Agama Hindu, Sang Hyang Saraswati adalah Saktinya Sang Hyang Brahman.
  2. Sang Hyang Saraswati adalah Hyang Myangning Pangaweruh.
  3. Aksara merupakan satu-satunya Lingga Stana Sang Hyang Saraswati.
  4. Odalan Saraswati jatuh pada Hari Saniscara(Sabtu) Umanis, Wara Watugunung merupakan hari pemujaan turunnya ilmu pengetahuan oleh umat Hindu.

Ethika dalam perayaan Hari Raya Saraswati:

  1. Pemujaan Saraswati dilakukan sebelum tengah hari.
  2. Sebelum perayaan Saraswati, tidak diperkenankan membaca atau menulis.
  3. Bagi yang menjalankan “Brata Saraswati” tidak diperkenankan membaca dan menulis selama 24 jam.
  4. Dalam mempelajari segala “pangeweruh” selalu dilandasi dengan hati “Astiti” kepada Hyang Saraswati, termasuk dalam hal merawat perpustakaan.

Upakara: Semua pustaka-pustaka keagamaan dan buku-buku pengetahuan lainnya termasuk alat-alat pelajaran yang merupakan “Lingga Stana Hyang Saraswati” dilakukan ditempat yang layak. Adapun Upacara/upakara Saraswati sekurang-kurangnya: Banten Saraswati, Sodaan Putih-Kuning dan canang selengkapnya. Tirta yang dipergunakan hanya tirta Saraswati, diperoleh dengan jalan memohon ke hadapan Hyang Surya sekaligus merupakan tirta Saraswati, di tempat lingga Saraswati masing-masing.

Pelaksanaan upacara Saraswati didahului dengan menghaturkan penyucian, ngayabang aturan, muspa kemudian matirtha. Banyupinaruh(pina wruh) jatuh sehari setelah hari raya Saraswati yaitu Redite Paing Sinta. Umat Hindu melakukan asuci laksana(mandi, keramas, dan berair kumkuman). Selanjutnya dihaturkan labaan nasi pradnyan, jamu sad rasa dan air kumkuman. Setelah diaturkan pasucian/kumkuman labaan dan jamu, dilanjutkan dengan nunas kumkuman, muspa, matirtha nunas jamu dan labaan Saraswati/nasi pradnyan barulah upacara diakhiri.

Pedoman kepustakaan dalam hubunganya dengan Saraswati antara lain:

  1. Tutur Aji Saraswati
  2. Sundarigama
  3. Medangkemulan
  4. Purwaning Wariga
%d bloggers like this: