Paduarsana

Berbagi Tentang Semua Hal

Tag Archives: hari raya kuningan

Istimewa: Hari Raya Kuningan dan Hari Suci Siwa Ratri


Hari raya Kuningan yang jatuh pada hari Sabtu (Saniscara) Kliwon Wuku Kuningan 5 Januari 2019 mendatang ternyata bertepatan dengan panglong ping 14 atau Purwaning Tilem Kapitu, dimana umat Hindu juga melaksanakan Hari Suci Siwa Ratri. Pertemuan dua hari raya suci ini diharapkan mampu dilaksanakan oleh umat untuk meningkatkan sradha bhakti serta mulat sarira.

Image by: balitoday.tiwebpro.com

Seperti dimuat oleh harian NUSABALI Dr I Gede Sutarya SSTPar MAg mengatakan, pertemuan dua hari raya ini termasuk langka. Ia menyebut dalam siklus 46 tahun sekali pasti akan terjadi pertemuan tersebut. Pertemuan ini berdasarkan sistem wuku dan sasih, serta unsur lainnya dalam ilmu wariga. “Siklus ini bertemu secara alami. Siklusnya 46 tahunan sekali. Tapi bisa saja meleset satu hari, karena perubahan Eka Sungsang. Dalam siklus 46 tahun, biasanya bertemu antara bulan masehi, sasih, wuku, penanggal, panglong,” ujarnya, Selasa (1/1).

Istimewanya lagi, kata Dr Sutarya, dua hari raya ini sama-sama memuja Dewa Siwa. “Ini hari yang sangat bagus. Karena saat Kuningan itu memuja Dewa Siwa. Begitu juga saat Siwa Ratri juga pemujaan terhadap Dewa Siwa melalui perenungan suci. Sangat baik melakukan brata (puasa) sesuai dengan tuntunan yang ada,” katanya.

Ditambahkan oleh Ketua Parisadha Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Bali, Prof Dr IGN Sudiana MSi, pertemuan dua hari raya yang jarang terjadi ini diharapkan bisa dilakukan dengan baik oleh umat melalui tapa brata yoga semadhi. Umat juga diharapkan mulat sarira atau introspeksi diri.

“Kita harapkan umat Hindu dapat melaksanakan dan memaknai Hari Raya Kuningan dan Siwa Ratri ini dengan baik. Sehingga ada makna yang bisa diambil, dari yang tidak tahu menjadi tahu, dari yang tidak baik menjadi baik. Mulat sarira terpenting. Supaya bisa dijadikan bekal dalam menjalani kehidupan,” ungkapnya.

Prof Sudiana menjelaskan, saat Hari Raya Siwa Ratri mendatang, umat diharapkan bisa melaksanakan upawasa (puasa makan), monobrata (puasa bicara), dan jagra (puasa tidur). Bisa dilakukan sesuai kemampuan, mulai dari tingkat alit yakni jagra, tingkat madya yakni jagra dan upawasa, sedangkan tingkat utama bisa melakukan ketiganya. “Pagi hari mulai mungkah brata (memulai puasa), bersamaan dengan melaksanakan persembahyangan hari raya Kuningan. Nah setelah itu, besok (Minggu) sorenya baru membuka brata. Kalau bisa diisi dengan meditasi, evaluasi diri dan lebih banyak melakukan nama smaranam atau mengulang-ngulang nama Tuhan,” katanya.

Sementara itu, Hari Raya Kuningan juga dilaksanakan sebagaimana mestinya. Selain memuja para dewa, pada saat Kuningan juga diyakini para bhatara-bhatari dan leluhur turun ke bumi. Sehingga diharapkan sembhayang terutama di merajan keluarga tidak lewat dari pukul 12.00 Wita. “Bagi umat yang merayakan diharapkan bisa memanfaatkan momen ini untuk mulat sarira,” tandasnya.

Artikel ini diolah dari Nusa Bali.

Makna dan Banten Hari Raya Kuningan


Sepuluh hari setelah Hari Raya Galungan, Umat Hindu Merayakan Hari Raya Kuningan. Hari Raya Kuningan merupakan hari suci Umat Hindu yang jatuh setiap 210 hari atau 6 bulan tepatnya pada Saniscara (Baca: Sabtu) Kliwon Wuku Kuningan dalam sistem kalender Bali. Pada Hari Raya Kuningan para luluhur dan para dewa turun ke dunia memberikan berkah kesejahteraan bagi seluruh makhluk hidup, diyakini pelaksanaan upacara hari raya kuningan hendaknya sebelum tengah hari karena pada tengah hari waktunya para Dewa kembali ke surga. Pada Dasarnya Upacara Hari Raya Kuningan dilakukan sebelum jam 12 siang dikarenakan energi alam semesta (panca mahabhuta : pertiwi, apah, bayu, teja, akasa) bangkit dari pagi hingga mencapai klimaksnya di bajeg surya (tengah hari). Setelah lewat bajeg surya disebut masa pralina (pengembalian ke asalnya) atau juga dapat dikatakan pada masa itu energi alam semesta akan menurun dan pada saat sanghyang surya mesineb (malam hari) adalah saatnya beristirahat (tamasika kala).

Tamiang dan Endongan Image by: https://www.facebook.com/jun.mabagus

Banten Hari Raya Kuningan disetiap desa tentu disesuaikan dengan adat setempat (desa, kala dan patra) namun pada umumnya pada Hari Raya Kuningan Umat Hindu membuat nasi kuning pelengkap banten(sesajen) yang akan dipersembahkan. Persembahan ini merupakan simbol rasa syukur telah menerima anugerah dari Hyang Widhi. Selain itu banten Hari Raya Kuningan berisi Tamiang, terbuat dari janur berbentuk bulat seperti perisai dirajut dengan indah yang merupakan simbol perlindungan dan perputaran roda(alam) kehidupan.

Selain Tamiang, Endongan juga umumnya terdapat pada banten Hari Raya Kuningan maknanya perbekalan, berbentuk seperti tas pinggang atau kompek. Endongan sebagai simbol bekal bagi leluhur dan juga bagi kita yang masih hidup, bekal paling utama dalam mengarungi kehidupan adalah ilmu pengetahuan dan bhakti (jnana). Sementara senjata yang paling ampuh adalah ketenangan pikiran. Sarana lainnya, yakni ter dan sampian gantung. Ter adalah simbol panah (senjata) karena bentuknya memang menyerupai panah. Sementara sampian gantung sebagai simbol penolak bala.

Bertepatan dengan Hari Raya Kuningan ada tradisi unik yang dilakukan seperti Tradisi Mekotekan di Desa Munggu, Mengwi Badung dan Tradisi Masuryak di Desa Bongan, Tabanan. Pada intinya Hari Raya Kuningan kita hendaknya uning dan eling(mengerti/memahami dan sadar), bahwa dalam kehidupan kita selalu berusaha untuk berada pada jalan Dharma.

Artikel diolah dari berbagai sumber.