Paduarsana

Berbagi Tentang Semua Hal

Daily Archives: March 25, 2018

Pura Luhur Sri Rambu Sedana Jatiluwih


Pura Luhur Sri Rambut Sedana berlokasi di lereng Gunung Batukaru, tepatnya di Desa Pekraman Jatiluwih, Desa Jatiluwih, Kecamatan Penebel, Tabanan. Pura yang terletak di kawasan hutan lindung ini masih sangat alami. hanya terdapat beberapa pelinggih pemujaan, yang sebagian besar masuh berupa baturan atau tahta batu, yang diyakini merupakan peninggalan tradisi megalitik di jaman perundagian.

Pura yang luasnya kurang lebih 8 are ini, merupakan salah satu stana Ida Btara Rambut Sedana. Dewa Kesejahteraan. Karenanya diyakini bahwa dengan bersembahyang di pura ini, seseorang akan dimudahkan rejeki dan kesejahteraannya.

Image by: Desa Jatiluwih

Pura Luhur Sri Rambut Sedana Jatiwulih ini sudah ada sejak tahun 1400-an, dimana pada waktu itu pura diempon oleh warga dari Desa Buduk, Badung yang mengalami kekalahan ketika melawan Raja Mengwi sehingga warga Buduk melarikan diri ke kawasan Desa Jatiluwih, yang saat itu belum bernama Jatiluwih. Sampai di kawasan Desa Jatiluwih mereka mencari nafkah penghidupan, termasuk dengan mengembangkan perkebunan di wilayah pura, sampai akhirnya mereka menemukan tumpukan batu-batu yang diyakini sebagai tempat untuk memohon keselamatan dan kemakmuran.

Hal itu terbukti ketika warga menyembah tumpukan batu tersebut dan warga kemudian mendapatkan rezeki. Sejak saat itu, tempat tersebut disucikan oleh warga yang masuk dalam Pasek Badak, kemudian semakin banyak didatangi oleh warga untuk memohon kesejahteraan dari warga pasek lainnya sehingga warga satu Desa kemudian mensucikan tempat tersebut.

Pura ini memiliki konsep Nyegara Gunung. Seiring berjalannya waktu, masyarakat membangun satu buah palinggih untuk pangayatan Ida Betara Segara yang lebih dikenal dengan pasimpangan Ida Betara Batu Ngaus sebagai wujud penghormatan terhadap laut dan ikan yang tidak bisa lepas dari kehidupan masyarakat. Selain itu juga dibangun palinggih Gerombong Nakaloka sebagai wujud penghormatan kepada hutan dan gunung.

Keberadaan Pura Luhur Sri Rambut Sedana yang dikabarkan sudah ada sejak zaman dahulu, kembali dikuatkan dengan ditemukannya ribuan uang kepeng yang tertanam dibawah pohon kelapa pada tahun 2004, saat dilakukan Pemugaran. Dipercaya uang itu tertanam bersama kelapa yang pada tahun 1933 digunakan saat Karya Ngenteg Linggih di pura tersebut.

Pura ini terdiri dari Tri Mandala, di Utama Mandala terdapat Palinggih Utama atau Palinggih Rambut Sedana, dan di belakangnya terdapat Jemeng linggih Ida Betara Sri. Kemudian ada Palinggih Pasimpangan Betara Luhur Batu Ngaus, Pasimpangan Ida Betara Gerombong Naga Loka, Pasimpangan Ida Betara Suranadi, Gedong Simpen, Gedong Jemeng, Gedong Suranadi, Pungsing Panyimpangan, Bale Piasan Ageng, dan Bale Pelaspas.

Pada Madya Mandala terdapat Palinggih Ratu Nyoman dan Ratu Wayan yang berfungsi memberikan izin kepada pamedek yang datang untuk melanjutkan persembahyangan ke palinggih utama. Bale Pasayuban Pamebek dua buah dan Apit Lawang. Terakhir di Nista Mandala terdapat Bale Pasamuhan, Lumbung Agung, Bale Kulkul, Bale Gong, Dapur Suci, Bale Panegtegan, Palinggih Ida Betara Surya dan Ida Betara Candra.

Jero Mangku Gede mengatakan selain sebagai tempat untuk memohon kemakmuran dan kesejahteraan, ada pula Palinggih Taksu tempat memohon kebijaksanaan. Di mana sekitar tahun 2007 silam, seekor burung hantu pernah bertengger pada Palinggih Taksu tersebut, kemudian tiba tiba mati, dan langsung dikubur di lokasi tersebut. Saat ditanyakan kepada orang pintar, ternyata burung hantu atau celepuk itu menyimbolkan kebijaksanaan, sehingga hingga saat ini Palinggih Taksu dipercaya sebagai tempat memohon kebijaksanaan. “Jadi, jika pamedek yang tangkil ke sini, pertama-tama bersembahyang di Palinggih Ratu Nyoman dan Ratu Wayan untuk memohon izin. Setelah itu, lanjut bersembahyang di Palinggih Taksu untuk memohon kebijaksanaan, baru kemudian bersembahyang di palinggih utama,” tegasnya.

Jika dilihat dari etimologi Sri Rambut Sedana, kata Sri artinya cantik, makmur dan subur serta kemuliaan, sedangkan Sedana berarti memberi sehingga Ida Betara Sri Sedana dapat diartikan sebagai beliau pemberi kemuliaan, kemamuran, kesuburan. Maka tak heran banyak pedagang atau pelaku usaha yang pedek tangkil ke pura ini untuk memohon kemakmuran. “Jadi, bisa dikatakan yang terkait keuangan banyak yang tangkil dan mapunia ke sini. Pedagang, pengusaha, instansi keuangan, bank. dan lainnya,” ujar Jero Mangku Gede.

Tak sedikit juga pengusaha yang tangkil ketika dm mendapatkan pawisik dan bercerita jika usahanya sedang carut marut, sehingga memohon petunjuk di pura ini.

Terima kasih: Bali Express.

Pura Sangga Bhuwana Hamburg, Jerman


Pura Sangga Bhuwana Hamburg, Jerman. Terletak di Hamburg tidak jauh dari pusat kota, Pura Sangga Bhuwana dibangun dan terlihat kokoh & simple dengan Tinggi 8 meter didepan museum Voelkerkunde. Sebuah museum Etnologi. Pura ini digunakan sebagai tempat persembahyangan umat Hindu yang bermukim disana, untuk mencapai pura ini bisa menggunakan transportasi bus atau kereta api yang lokasinya dekat dengan kota Hamburg. Sejak awal dibangun pura bernuansa Bali ini, oleh karena adanya anjungan budaya Bali di museum dan membuat pihak pengelola museum dan publik ingin mengenal lebih jauh tentang budaya Bali. Dibarengi dengan ide tersebut tempat persembahyangan diantara warga Bali yang sudah menetap di Hamburg membuat mereka bersemangat membuat pura dan diresmikan pada tahun 2010. Pura pun dibangun berdasarkan aturan sakral Hindu dan mendatangkan pendeta yang memimpin upacara dari Bali, pura disumbang oleh donatur dari Jerman, warga Bali yang menetap di Hamburg dan pemerintah federal Hamburg melalui pengelola pihak museum dengan biaya 200.000 euro atau sekitar 3 milyar rupiah.

Dalam proses pembangunan pura Sangga bhuwana hamburg Jerman,semua perlengkapan dari Batu,ukiran,Patung dan arsitek ahli bangunan Bali didatangkan dari pula Dewata Bali dengan dipandu ahli arsitek dari jerman agar sesuai dengan suasana alam dan iklim saat musim salju di wilayah Hamburg. Upacara persembahyangan senantiasa dilakukan oleh umat Hindu di Hamburg Jerman dihari baik dalam kalender Hindu seperti Purnama dan Tilem.

Upacara piodalan Pura Sangga Bhuwana Hamburg, Jerman dilakukan tepat pada Hari Raya Kuningan dimana jatuh setiap 210 hari sekali.

Jika kebetulan semeton berkunjung (tangkil maturan) saat musim dingin ke Pura Sangga Bhuwana Hamburg jangan lupa untuk menggunakan pakaian hangat agar nyaman karena pernah terjadi pemedek kedinginan dan tirta menjadi beku. Dengan adanya pura membuat masyarakat Indonesia yang berada Jerman dapat sesering mungkin berkunjung ke museum untuk berwisata dan sekaligus bertirtha yatra bagi yang Hindu. Hal ini dapat mempererat hubungan baik antar sesama warga Indonesia di Jerman dan yang beragama Hindu, sehingga terjalin hubungan yang harmonis.

Untuk mempermudah mencari letak Pura Sangga Bhuwana Hamburg, Jerman gunakalah keyword dan titik koordinat ini : Voelkerkunde Museum Rothenbaumchaussee 64, 20148 Hamburg, Germany pada google maps atau semeton bisa klik disini.

%d bloggers like this: