Paduarsana

Berbagi Tentang Semua Hal

Tag Archives: tri hita karana

Valentine Day dan Ajaran Hindu


kasihsayang2

Bicara valentine day rasanya kebarat-baratan, tapi itulah bahasa umum sekarang, bahasa yang lumrah kita dengar saat menjelang 14 Februari setiap tahunnya. Menjelang valentine day sebagian pengusaha mencari peruntungan dengan menawarkan produk-produk yang berbuhungan dengan valentine, mulai dari coklat, bunga, boneka dll.

Saya tidak akan bicara mengenai hadiah apa yang cocok dihari valentine. Tapi ingin mengajak pembaca untuk memahami beberapa istilah dalam Agama Hindu yang mungkin ada hubungannya dengan “kasih sayang”.

Tat Twam Asi | That Thou Art (that you are).

Tat Twam Asi bermakna itu adalah kamu. Kalimat ini merupakan salah satu Mahāvākya (Semboyan Utama) dalam Sanatana Dharma berlandaskan Weda. Mulanya kalimat ini muncul dalam kitab Chandogya Upanishad 6.8.7. Secara umum konsep tat twan asi mengajarkan kita untuk berempati antara sesama makhluk hidup, saling menghargai, menyayangi. Menyakiti orang lain adalah menyakiti diri sendiri. Sejalan dengan ajaran Tat Twam Asi, konsep Wasudaiwa Kuthumbakham (Kita semua adalah saudara) merupakan konsep etika yang menekankan pentingnya persaudaraan dan cinta kasih antar sesama manusia.

Selain kedua ajaran kebaikan dan cinta kasih tersebut diatas dalam Hindu juga dikenal ajaran Tri Hita Karana yang menekankan keharmonisan hubungan dalam kehidupan manusia. Tri Hita Karana artinya tiga penyebab keharmonisan. Yang pertama yaitu Parahyangan adalah hubungan yang harmonis antara manusia dengan Tuhan. Yang kedua Pawongan yaitu hubungan yang harmonis antara manusia dengan sesama manusia. Dan yang ketiga
Palemahan adalah hubungan yang harmonis antara manusia dengan alam lingkungannya. Ajaran Tri Hita Karana ini tentu merupakan landasan penting dan utama yang harus dilaksanakan oleh setiap manusia didunia. Konsep ajarannya memberikan gambaran bagaimana manusia seharusnya menjalin hubungan dengan Tuhan dan isi alam semesta termasuk manusia. Hubungan yang harmonis tersebut tentunya dapat diwujudkan bila kita semua saling mencintai dan mengasihi.

Semoga bermanfaat. Selamat hari kasih sayang. Kasih sayang universal bagi terciptanya kedamaian.

Tri Hitakarana Dalam Keseharian


Oleh: Pandita Mpu Jaya Prema

Sudahkah kita melaksanakan ajaran Tri Hitakarana, suatu hal yang sering digembar-gemborkan dan sebuah istilah yang suka dijadikan slogan? Mari kita telusuri lebih jauh.

Tri Hitakarana adalah ajaran yang menciptakan hubungan harmonis untuk tiga hal penting menyangkut kehidupan manusia. Yang pertama, hubungan harmonis manusia dengan Tuhan (parahyangan). Yang kedua hubungan harmonis antarsesama manusia (pawongan). Yang terakhir hubungan harmonis antara manusia dengan alam lingkungan (palemahan).

Hubungan harmonis manusia dengan Tuhan bisa diciptakan oleh pribadi-pribadi yang sesungguhnya tidak harus melibatkan orang lain. Berbagai cara bisa dilakukan. Bisa dengan cara meditasi, samadi, japa, yoga, bhakti, atau datang ke pura. Keharmonisan ini sulit diukur dan tak bisa dilihat dengan kasat mata. Ada orang yang jarang datang ke pura, tetapi tekun melakukan persembahyangan di kamar suci rumahnya.

Masalah menjadi lain jika dalam konsep mencari keharmonisan parahyangan itu, berbenturan dengan pihak lain. Karena cara-cara yang ditempuhnya tidak lazim untuk lingkungan sekitar. Misalnya, mau melakukan yadnya pada piodalan di pura dengan cara agni hotra. Tak semua pengempon pura setuju. Itu tak bisa dipaksakan. Kalau untuk urusan pribadi seperti tiga bulanan anak (seperti yang banyak dilakukan saat ini), itu masih bisa dimengerti. Mem­persembahkan daging hewan untuk bhuta yadnya(mecaru), misalnya, terjadi polemik. Ada yang tak mau memakai hewan dengan alasan ahimsa (anti kekerasan), ada yang tetap mengikuti tradisi karena hewan itu justru dijadikan korban untuk “meningkatkan kehidupannya”. Lalu yang satu menyalahkan,yang satu ngotot melaksanakan.Tak tercapai keharmonisan. Maka gagalnya keharmonisan di bidang pawongan akan menjadi sia-sia menemukan keharmonisan di bilang parahyangan.

Hubungan antar sesama manusia (pawongan) banyak menimbulkan masalah di kalangan umat Hindu, khususnya yang berada di Bali. Ini disebabkan terdapat lembaga yang mengambil peran, yakni adat. Manusia Bali yang beragama Hindu mau tak mau harus diika toleh sistem adat, karena tanpa menjadi warga adat mereka kehilangan pengayoman meski mereka termasuk penduduk sah di sebuah desa dinas.

Jika adat kaku maka akan menjadi penghambat dan merusak keharmonisan pawongan. Orang Bali tidak bisa meningkatkan prestasi kerjanya, jika mereka bekerja di sektor yang bukan pertanian, karena adat di Bali yang tradisional itu sesungguhnya lahir dari komunitas petani. Bagaimana mungkin sebuah pimpinan bank, misalnya, setiap saat harus pulang ke desanya untuk urusan adat, ngayah ke pura, kerja bhakti, melayat orang meninggal yang waktunya telah ditetapkan, dan sebagainya. Jika kewajiban adat ini dilanggar, resikonya sangat tinggi, dia bisa dikeluarkan dan tak bisa menggunakan fasilitas adat. Ini fatal, karena kuburan di Bali masih berstatus milik adat, belum ada (kecuali di Denpasar) kuburan berstatus milik Hindu.

Maka lembaga adat harus menyesuaikan diri dengan kemajuan teknologi dan meninggalkan pola adat agraris. Misalnya, tak harus warga adat didenda jika tak ikut mengantar jenazah ke kuburan, karena terbentur pekerjaan kantor. Toh di waktu sore atau malam bisa datang ke rumah duka sambil membawa “punia kematian”. Tentu banyak contoh lain yang bisa diberikan di sini.

Yang paling parah dilanggar dari ajaran Tri Hitakarana ini tentu saja masalah ketiga, pelemahan. Lingkungan di Bali sudah sangat rusak dan upaya untuk terus merusaknya tak pernah berhenti. Tempat-tempat suci sudah dikepung oleh sarana bisnis, meski pun Parisada sudah mengeluarkan bhisama tentang kesucian pura. Sementara penataan kawasan wisata yang bersentuhan dengan pura justru malah dicurigai.

Tanah di Bali sudah banyak yang beralih ke tangan orang luar, dan mereka tentu saja bukan Hindu. Bali menjadi padat dengan membanjirnya pendatang, sementara ada bupati di Bali yang senang mendapat penghargaan karena berhasil mengirim transmigran Bali ke luar daerah. Jadi, di satu pihak pendatang diundang, di pihak lain petani Bali disuruh transmigrasi. Bagaimana konsep Tri Hitakarana akan ajeg di Bali jika dalam hidup kesehariannya begitu berbeda? Tri Hitakarana masih berupa slogan.

Pembagian Tri Hita Karana


Parhyangan

Parhyangan dilaksanakan dengan pemujaan dan penghormatan sebagai wujud kesadaran dan bhakti kepada Tuhan dan paham posisinya sebagai makhluk ciptaan Tuhan. Ada berbagai cara/jalan untuk bisa mencapai suatu tingkat hubungan maksimall dengan Tuhan, antara lain:

Bhakti Yoga

Bhakti Yoga merupakan kasih pada Tuhan yang sejati dan murni, pencarian yang diawali, dilanjutkan dan diakhiri dalam kasih sayang. Seorang yang dihinggapi kasih sayang yang ekstrim terhadap Tuhan, akan membawa pada kebebasan abadi. Dalam penjelasan aphorismanya tentang bhakti, Narada menyatakan,

  • Bhakti adalah kasih sayang yang mendalam kepada Tuhan.
  • Bila seseorang mendapatkannya, ia akan menjadi terpuaskan selamanya.
  • Kasih sayang ini tak dapat dikurangi terhadap keuntungan duniawi apapun.

Jalan yang paling sederhana dalam kehidupan adalah cinta kasih dan pengabdian(bhakti yoga). Di sini Tuhan diwujudkan sebagai penguasa yang maha penyayang, sebagai ayah, ibu, kakak, kawan, tamu dan sebagainya. Orang yang melaksakan ini menginginkan kebahagiaan rohani(svasti), ia memohon pertolongan Tuhan yang memiliki rahmat(sam), perlindungan(sarman),bantuan(avas),belas kasih(mrla), kemurahan hati(sumati),cinta kasih(vena) dan sebagainya.

Tuhan adalah sosok penyelamat(trata), Maha pengampun(mardita),pelindung(avita). Semangat dari Bhakti Marga telah melahirkan sloka-sloka Weda yang sangat indah dan doa-doa sering menjadi syair-syair pemujan atau kidung.

Karma Marga

Karma Marga/Yoga Karma adalah Jalan untuk mencapai kesatuan atman dan Brahman melalui kerja atau perbuatan tanpa ikatan terhadap hasil, tanpa pamrih, tulus dan ikhlas, penuh dengan amal kebajikan dan pengorbanan.

Dalam Karma Marga Yoga, perbuatan dan kerja merupakan suatu pengembalian dengan melepaskan segala hasil atau buah dari segala yang dikerjakannya. Dengan melakukan amal kebajikan tanpa pamrih, secara otomatis dapat mengembalikan emosi dan melepaskan atma dari ikatan duniawi. Seorang karmin(sebutan seorang yang menjalankan karma yoga) dapat melepaskan diri dari ikatan karma wasana dan karma phalanya, terbebas dari unsur-unsur maya, sehingga mencapai kesempurnaan dan kebebasan tertinggi(moksa).

Mayi sarvani karmani sannyasyadhnyatma-cetesa

Nirasir nirmano bhutva yudhyasva vigata-jvarah

(Bhagavad-gita III.30)

Artinya: Serahkanlah pekerjaanmu kepada-Ku, miliki pengetahuan sepenuhnya tentang-Ku, bebas dari keinginan untuk keuntungan, tanpa tuntutan akan hak milik, bebas dari sifat malas, dan bertempurlah(berkarma melakukan kewajiban).

Tasmid asaktah satatam karyam karma samacara

Asakto hy acaran karma param apnoti purusah.

(Bhagavad-gita III.19)

Artinya: Bekerjalah kamu selalu, yang harus dilakukan dengan tiada terikat olehnya, karena orang mendapat tujuannya yang tertinggi dengan melakukan pekerjaan yang tak terikat olehnya.

Jnana Marga

Jnana artinya kebijaksanaan filsafat atau ilmu pengetahuan. Jnana Marga Yoga adalah jalan untuk mencapai Tuhan dengan ilmu pengetahuan atau kebijaksanaan filsafat kebenaran.

Menurut Upanisad pengetahuan seorang bijaksana(Jnanin) dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu: Apara Widya dan Pari Widya. Para Widya adalah pengetahuan dalam tingkat keagungan yang suci(ajaran-ajaran suci Weda) sedangkan Pari Widya adalah pengetahuan tingkat tinggi tentang hakikat kebenaran Atman dan Brahman. Jadi Apara Widya adalah dasar untuk mencapai Pari Widya. Seorang Jnanin memiliki pengetahuan untuk mencapai kebenaran yang sempurna, dengan Wiweka(logika) yang dalam.

Duhkhesv anudvigna-manah sukhesu vigata-sprhah

vita-raga-bhaya-krodhah sthita-dhir munir ucyate

(Bhagavad-gita II.56)

Artinya: Ia yang pikirannya tidak digoyahkan bahkan di tengah-tengah tiga jenis kesengsaraan, tidak gembira pada saat bahagia, dan bebas dari ikatan, rasa takut dan amarah, disebut rsi yang mantap dalam pikirannya.

Raja Marga

Raja Marga Yoga adalah inti dari sebuah jalan yang sangat ilmiah dalam mencapai kesadaran Tuhan. Pada jalan ini Tuhan diperlakukan sebagai energi murni. Rsi Patanjali, penyusun Patanjali Yoga Sutra adalah pendiri dari tehnik yoga ini.

Patanjali menjelaskan Yoga sebagai “Citta-Vrtti-Nirodha” Yoga berarti persatuan dengan yang Tuhan atau “pembebasan”. Citta berarti pikiran, sedangkan Vrtti berarti modifikasi atau vibrasi. Nirodha berarti “penghentian, penahanan”.

Raja Yoga memeliki sebuah istilah untuk mengendalikan pikiran melalui konsentrasi pikiran pada suatu objek atau cakra dalam Istadewata.

%d bloggers like this: