Paduarsana

Berbagi Tentang Semua Hal

Tag Archives: karma

Asta Karma-Parinama


Secara garis besar ada delapan macam bentuk-bentuk karma dilihat dari sudut pandang akibat yang dihasilkannya, yaitu:

1. Mohaniya Karma [karma yang mengaburkan kesadaran atma jnana], Karma ini akan mengaburkan kesadaran kita atau menghambat peningkatan kualitas kesadaran kita. Menjauhkan kita dari kesadaran akan realitas diri yang sejati [atma jnana].

 Karma ini terbentuk melalui cara-cara seperti misalnya berikut ini :

  • Terlalu banyak marah, terlalu sering membenci, melakukan penipuan, melakukan pemerasan, serakah, berperilaku kasar dan buruk, suka menyakiti, perselingkuhan dalam bentuk hubungan badan, pelecehan seksual, pemerkosaan, menggunakan narkoba, dsb-nya.
  • Dengan terlalu larut dalam kenikmatan indriya-indriya yang bersifat duniawi.
  • Dengan mencela, melecehkan, menyalahkan, menghina atau menunjukkan kebencian kepada orang-orang suci [yang asli], serta kepada figur-figur suci seperti dewa-dewi.
  • Dengan menimbulkan halangan, kesulitan atau hambatan pada praktek-praktek religius.
  • Dengan memanfaatkan ajaran-ajaran religius sebagai topeng untuk mewujudkan keinginan dan kepentingan pribadi, serta mengambil keuntungan dari situ.
  • Dengan fanatisme beragama [tidak atau kurang toleran kepada keragaman religius].
  • Dengan membenturkan satu ajaran agama dengan ajaran agama lainnya dengan tujuan konversi agama.
  • Dengan melestarikan atau mengembangkan dan menyebarkan ajaran-ajaran religius salah dan palsu yang menjerumuskan orang ke dalam pandangan salah atau menyebarkan ajaran-ajaran religius disertai dengan kebohongan-kebohongan.
  • Dengan tidak mempraktekkan ajaran-ajaran religius yang universal.

Karmaphala atau buah karma dari darsanavarniya karma akan membuat kita sulit untuk sadar dari jalan yang adharma, membuat kita sulit untuk meninggalkan cara-cara dan jalan hidup yang salah. Ini sebabnya ada sebagian orang yang lebih tertarik judi, korupsi atau selingkuh dibandingkan belajar dharma dan belajar meditasi. Ada orang yang lebih tertarik pergi dugem atau ke kafe dibandingkan pergi sembahyang ke pura-pura. Kalaupun dia pergi ke pura yang dia pikirkan adalah hal-hal keduniawian. Dsb-nya.

Efek lain dari karma ini adalah menyebabkan seseorang mengalami ilusi religius, sangat yakin dirinya melakukan hal yang baik, benar dan suci, padahal sesungguhnya yang dilakukannya adalah hal yang salah, menciptakan belenggu bagi banyak orang atau malah sebuah kejahatan. Misalnya dalam contoh yang paling ekstrim : rajin sembahyang, taat beragama, siap membela Tuhan dan bahkan melakukan pembunuhan, teror dan perang demi membela Tuhan. Atau mungkin yang terjadi sebaliknya, karma ini dapat menyebabkan seseorang merasa dirinya melakukan hal yang salah dan tidak baik, padahal sesungguhnya yang dilakukannya adalah sebuah jalan dharma yang membebaskan dirinya sendiri dan orang lain.

Beberapa contoh dari mohaniya karma, misalnya :

  • Mithyatva karma : ini membuat seseorang tidak percaya dengan ajaran religius yang asli. Kalaupun dia berjodoh dengan sebuah ajaran religius, dia akan berjodoh dengan ajaran religius yang palsu. Dia akan percaya dan mengikuti guru atau pemimpin spiritual yang palsu serta sangat meyakini kebenaran ajaran yang salah tersebut.
  • Samyagmithyatva karma : ini membuat seseorang memiliki dan mengikuti keyakinan campur-campur antara ajaran yang asli dan palsu. Atau tenggelam dalam kebingungan dan konflik pilihan.
  • Samyaktva karma : ini membuat seseorang benar-benar berjodoh, tersambung [paham] dan mengikuti ajaran religius yang asli. Bebas dari racun ajaran dan pandangan yang salah.

2. Darsanavaraniya Karma [karma yang menghalangi kita dari kemampuan serta penginderaan diri kita yang sejati]

Diri kita yang sejati ini sesungguhnya tidak terbatas. Tapi darsanavaraniya karma menghalangi kita dari kemampuan serta penginderaan diri kita yang sejati. Misalnya beberapa contoh :

  • Caksur-darsanavarana karma : yang menyebabkan kita terhalang dari kemampuan yang sebenarnya pada mata. Mata kita ini sesungguhnya memiliki kemampuan untuk melihat alam-alam halus atau mahluk halus, atau yang biasa disebut trineta [mata ketiga] atau indra ke-enam. Tapi caksur-darsanavarana karma membuat kita kehilangan kemampuan ini dan hanya bisa melihat secara biasa. Pada keadaan yang lebih buruk, caksur-darsanavarana karma membuat mata kita menjadi rabun atau bahkan mengalami kebutaan.
  • Acaksur-darsanavarana karma : yang menyebabkan kita terhalang dari kemampuan yang sebenarnya pada indra selain mata [misalnya : telinga, hidung, lidah, dsb-nya]. Misalnya telinga kita ini juga sesungguhnya memiliki kemampuan untuk mendengar suara dari alam-alam halus atau mahluk halus. Tapi acaksur-darsanavarana karma membuat kita kehilangan kemampuan ini dan hanya bisa mendengar biasa. Pada keadaan yang lebih buruk, acaksur-darsanavarana karma membuat pendengaran kita menurun atau bahkan menjadi tuli. Dsb-nya.
  • Avadhi-darsanavarana karma : yang menyebabkan kita terhalang dari hakikat kemampuan yang sebenarnya pada badan fisik ini. Misalnya kita bisa lihat pada para mahayogi yang sudah melenyapkan avadhi-darsanavarana karma ini, mereka bisa siranjiwi [hidup selama ribuan tahun] untuk melakukan misi tertentu, atau bisa hidup tanpa makan dan minum apapun selama puluhan tahun.

Termasuk juga yang menyebabkan kita terhalang dari hakikat kemampuan yang sebenarnya dari pikiran, yang akibat paling kelihatan adalah gangguan kesadaran tidur. Seperti misalnya nidra-karma [menyebabkan sulit tidur atau insomnia, kalaupun bisa tidur sangat mudah terbangun dari tidur, bahkan oleh suara uang logam yang jatuh] atau styanagrddhi-karma [menyebabkan ketidaksadaran aktivitas saat tidur, seperti misalnya tidur berjalan].

Karma ini terbentuk melalui cara-cara seperti misalnya berikut ini :

  • Dengan melakukan pelanggaran dharma yang berbahaya seperti memperkosa, menyiksa dan membunuh.
  • Dengan menginginkan atau mengambil sesuatu yang bukan milik kita, seperti mencuri, korupsi, merampok, menipu, memeras, dsb-nya.
  • Dengan terlalu larut dalam kenikmatan indriya-indriya yang bersifat duniawi.
  • Dengan tidak tahu berterimakasih kepada kebaikan, bimbingan dan pertolongan orang lain.
  • Dengan berpikiran negative, mencela, melecehkan, menghina, memfitnah atau menunjukkan kebencian kepada orang-orang berhati baik dan bersih, orang-orang suci [yang asli], serta kepada figur-figur suci seperti dewa-dewi.
  • Dengan menimbulkan halangan, kesulitan atau hambatan pada praktek-praktek religius.
  • Dengan memanfaatkan ajaran-ajaran religius sebagai alat untuk mewujudkan keinginan pribadi dan mengambil keuntungan dari situ.

3. Jnanavaraniya Karma [karma yang menghambat penyerapan ilmu pengetahuan]

Karma ini yang menjadi penyebab hambatan bagi kita di dalam memperoleh atau menyerap ilmu pengetahuan. Kita sulit untuk berjodoh dengan ilmu pengetahuan dan kalaupun berjodoh kita akan sulit tersambung dan memahaminya. Dengan kata lain karma ini akan membuat kita tumpul, bodoh dan buntu.

Karma ini terbentuk melalui cara-cara seperti misalnya berikut ini :

  • Dengan malas dan melupakan kewajiban kita untuk belajar.
  • Dengan mencela, menyalahkan, menghina atau menunjukkan kebencian kepada ilmu pengetahuan, serta mereka yang mengajar dan mempelajarinya.
  • Dengan menimbulkan halangan, kesulitan atau hambatan pada proses belajar-mengajar.
  • Dengan menyebarkan ilmu pengetahuan palsu [hoax].
  • Dengan memicu perdebatan dan pertengkaran yang ricuh dengan mereka yang mengajar dan mempelajari ilmu pengetahuan tanpa sebab apapun. Misalnya karena kita merasa lebih benar, lalu kita mengobarkan perang perdebatan dan pertengkaran yang ricuh.

Jnanavaraniya Karma berlaku pada semua jenis ilmu pengetahuan, termasuk pada pengetahuan religius [agama]. Sehingga dalam hidup ini hendaknya jangan kita sekali-sekali melakukan hal-hal yang disebutkan diatas, terutama sekali kalau ternyata ilmu pengetahuan itu asli dan benar, karena akan berbahaya bagi diri kita sendiri. Karma yang terbentuk akan membuat kita sulit untuk memperoleh atau menyerap ilmu pengetahuan, yang akan menjerumuskan kita kepada ketumpulan dan kebodohan.

Juga ditekankan kepada murid-murid sekolah, jangan pernah menghina atau melecehkan guru di sekolah. Sebab sering terjadi kalau saat muda kita di sekolah kita sering menghina atau melecehkan guru dan kalau kita hanya punya sedikit tabungan karma baik, ketika kita dewasa hidup kita akan cenderung kacau karena dihambat oleh ketumpulan, kebodohan dan kebuntuan kita sendiri.

4. Antaraya Karma [karma yang menghambat kita untuk melakukan kebaikan, menerima pemberian atau menikmati hasil dari upaya kerja kita]

Beberapa contoh dari karma ini adalah :

  • Dana-antaraya karma : karma ini menyebabkan kita mengalami kesulitan di dalam melakukan kebaikan-kebaikan. Misalnya kita tahu menolong orang yang sedang kelaparan itu baik, tapi kita sendiri tidak bisa membantu karena kita tidak punya makanan. Atau kita ingin menolong orang lain dan tahu caranya, tapi kita tidak bisa melakukannya karena kita tidak punya waktu dan kesempatan.
  • Labha-antaraya karma : karma ini menyebabkan kita tidak bisa menerima pemberian orang lain, walaupun ada waktu dan kesempatan. Misalnya ada orang sedang membagi-bagi sembako gratis, kita sudah ada disana saat itu ikut antrean, tapi kita tidak mendapat karena sembako gratisnya kemudian sudah habis. Atau karma ini menyebabkan kita tidak bisa menikmati hasil seimbang dari upaya kerja kita. Misalnya kita sudah bekerja keras, tapi hasilnya atau pemasukannya sangat minim.
  • Virya-antaraya karma : karma ini menyebabkan munculnya keengganan berbuat atau melakukan sesuatu di dalam diri kita.

Karma ini terbentuk melalui cara-cara seperti misalnya berikut ini :

  • Dengan menjadi penghalang ketika ada orang lain sedang melakukan kebaikan atau melakukan pemberian.
  • Dengan menghambat atau memotong rejeki orang lain.
  • Dengan menghalangi atau mempersulit aktifitas-aktifitas religius.
  • Dengan kemalasan.

5. Vedaniya Karma [karma yang mempengaruhi gejolak emosi, perasaan dan pikiran positif-negatif]

Karma ini yang menyebabkan mengapa ada orang yang mudah marah atau sebaliknya sangat penyabar, ada orang yang pemurung atau sebaliknya humoris dan ceria, ada orang yang pemberani atau sebaliknya penakut, ada orang yang mudah bahagia atau sebaliknya mudah kecewa dan frustasi, dsb-nya. Karma ini juga menyebabkan kita mengalami pengalaman menyenangkan maupun tidak menyenangkan dalam hidup.

Juga menjadi penyebab perbedaan cara pandang seseorang dalam menyikapi positif-negatif suatu kejadian. Misalnya ketika ada yang menghina dan melecehkan sikap dan cara pandang si A adalah marah karena merasa disakiti, sedangkan sikap dan cara pandang si B adalah tetap bahagia karena sadar sedang mendapat kesempatan membayar hutang karma untuk kemudian terbebaskan. Semua karena efek dari vedaniya karma, dimana karma ini mempengaruhi gejolak emosi, perasaan dan pikiran positif-negatif kita.

Karma ini terbentuk melalui dua cara, yaitu :

  • Satavedaniya karma : terbentuk dan terakumulasi melalui sifat welas asih kepada semua mahluk, sifat sangat sangat memaafkan, tidak pernah dendam sedikitpun, penuh pengertian kepada beban, hasrat, penderitaan, kesulitan mahluk lain dan upaya tulus kerelaan diri untuk mengurangi beban penderitaan para mahluk.
  • Asatavedaniya karma : terbentuk dan terakumulasi dengan menyakiti mahluk lain baik melalui pikiran, perkataan dan perbuatan, serta merasa terpuaskan dalam penderitaan mahluk lain tersebut.

Satavedaniya karma membuat gejolak emosi dan perasaan kita tetap tenang, sejuk, damai dan bahagia pada apapun yang terjadi. Ini akan meringankan beban karma kita, serta sekaligus mengarahkan hidup kita kepada mendapat kemudahan-kemudahan serta pengalaman-pengalaman baik dalam hidup.

Sedangkan asatavedaniya karma membuat kita mudah stress, mudah kecewa, mudah depresi, dsb-nya. Ini tidak saja akan menambah berat beban karma kita, tapi sekaligus juga mengarahkan hidup kita kepada kesengsaraan seperti kemiskinan, jatuh sakit, dsb-nya, sebagai buah karmanya.

6. Ayusya Karma [karma yang membawa kita ke alam-alam mana setelah kematian]

Karma ini yang menjadi penentu ke alam mana kita akan pergi setelah kematian. Apakah kita akan pergi ke alam-alam bhur loka, svarga loka, dsb-nya.

Karma ini dibentuk oleh akumulasi karma kita semasih hidup. Bisa dibentuk oleh akumulasi subha karma [karma baik], bisa dibentuk oleh akumulasi asubha karma [karma buruk] atau dibentuk oleh kombinasi keduanya. Tergantung dari samskara [kesan-kesan pikiran] dan akumulasi karma kita sendiri.

7. Nama Karma [karma yang menentukan kita lahir dalam tubuh mahluk apa dan dengan kondisi badan fisik bagaimana]

Karma ini yang menentukan tubuh fisik kelahiran kembali kita sebagai mahluk. Ada yang lahir kembali sebagai burung, ada yang sebagai kelinci, ada yang sebagai manusia laki-laki, ada yang sebagai manusia perempuan, ada yang cantik, ada yang tidak cantik, ada yang cacat, dsb-nya. Karma ini juga yang menentukan umur tubuh kita, kapan kita akan mati.

Karma ini terbentuk melalui dua cara, yaitu :

  • Subha-namakarma : terbentuk dan terakumulasi dengan ketekunan melaksanakan dharma. Menjaga dan menghargai kebersihan dan kesehatan badan fisik kita ini. Serta dengan pikiran, perkataan dan perbuatan yang alami [otentik], penuh kerelaan diri dan tidak terkondisi, berbagi keindahan yang didasari oleh rasa welas asih dan kebaikan kepada semua mahluk.
  • Asubha-namakarma : terbentuk dan terakumulasi dengan banyak melakukan pelanggaran dharma. Tidak menjaga dan menghargai kebersihan dan kesehatan badan fisik kita ini. Serta dengan pikiran, perkataan dan perbuatan yang tidak alami [terkondisi], tidak ada kerelaan diri, serta tidak ada kasih sayang dan kebaikan kepada mahluk lain. Dan yang paling berbahaya adalah melakukan terlibat atau melakukan kejahatan-kejahatan fisik seperti memperkosa, menyiksa dan membunuh, dsb-nya, karena dapat membuat kita turun tingkat terjerumus terlahir kembali dengan tubuh binatang [menjadi binatang].

Karmaphala [buah karma] dari subha-namakarma membuat kita bisa lahir menjadi manusia, dengan wajah dan fisik yang indah, kesehatan yang baik, memperoleh kebahagiaan, memperoleh simpati, dsb-nya.

Karmaphala dari asubha-namakarma membuat kita kalau lahir menjadi manusia, punya wajah dan fisik yang tidak atau kurang indah, kesehatan yang terganggu, sengsara, sulit memperoleh simpati, dsb-nya. Dalam kemungkinan buruk asubha-namakarma bahkan bisa membuat kita terlahir kembali menjadi binatang.

Beberapa contoh dari nama karma, misalnya :

  • Manushya-gati namakarma : membuat kita lahir dalam tubuh manusia.
  • Tiryag-gati namakarma : membuat kita lahir dalam tubuh binatang.
  • Trindriya-jati namakarma : membuat kita lahir menjadi mahluk dengan tiga indriya.
  • Pancendriya-jati namakarma : membuat kita lahir menjadi mahluk dengan lima indriya.
  • Samacaturasra-samsthana namakarma : membuat kita memiliki tubuh yang proporsional.
  • Kubja-samsthana namakarma : membuat kita memiliki tubuh yang bungkuk, ukuran payudara yang berbeda, telapak tangan atau telapak kaki yang terlalu besar, kepala yang terlalu besar, dsb-nya.
  • Vamana-samsthana namakarma : membuat kita memiliki tubuh yang kerdil atau cebol, tidak simetris, dsb-nya.
  • Krsna-varna namakarma : membuat kita memiliki kulit hitam.
  • Haridra-varna namakarma : membuat kita memiliki kulit kuning langsat.
  • Sita-varna namakarma : membuat kita memiliki kulit putih.
  • Surabhi-gandha namakarma : membuat kita memiliki aroma tubuh yang segar.
  • Durabhi-gandha namakarma : membuat kita memiliki aroma tubuh yang masam, kecut atau seperti bau bawang.
  • Prasasta-vihayogati namakarma : membuat kita memiliki gerak tubuh yang anggun atau elegan, memiliki kecerdasan kinetik, dsb-nya.
  • Aprasasta-vihayogati namakarma : membuat kita memiliki gerak tubuh yang canggung dan kikuk.
  • Aharaka-sarira namakarma : membuat kita memiliki indra ketujuh, yang membuat kita dapat mengakses badan-badan halus kita, dimana dengan demikian kita bisa melakukan komunikasi dengan para dewa atau bepergian ke alam-alam para dewa, sementara badan fisik kita sendiri masih ada di tempatnya semula. Ini biasanya dapat dimunculkan dalam jangka waktu tertentu oleh para yogi yang wikan dalam meditasinya.

8. Gotra Karma [karma yang menentukan di tempat, situasi lingkungan dan keluarga seperti apa kita dilahirkan, serta bertemu dengan siapa]

Faktor terpenting dari karma ini adalah, gotra karma inilah yang menentukan kesempatan kita mengalami kemajuan pada evolusi bathin kita dalam roda samsara. Selain itu karma ini juga menentukan lingkungan, kebahagiaan hidup, serta juga menjadi penentu pertemuan kita dengan teman, sahabat, rekan kerja, perjodohan suami atau istri, anak, keluarga besar, dll-nya.

Ada dua macam gotra karma, yaitu :

1. Uccair-gotrakarma : terlahir di keluarga dan lingkungan yang mendukung kita mengalami kemajuan pada evolusi bathin kita dalam roda samsara. Secara paling mendasar ada empat syarat, yaitu :

  • Lahir di tempat dimana ada ajaran dharma atau ajaran pembebasan yang asli.
  • Lahir di keluarga baik-baik [karena misalnya : kalau kita lahir di keluarga penjudi cepat atau lambat kita juga akan jadi penjudi, kalau orang tua suka selingkuh cepat atau lambat kita juga akan selingkuh, dsb-nya].
  • Lahir di lingkungan yang beradab, makmur, damai, serta kaya secara spiritual dan budaya [karena kalau kita lahir di tempat yang sedang perang atau di tempat yang penuh kejahatan, cepat atau lambat kita juga akan terpengaruh dengan kekejaman dan kejahatan].
  • Lahir di keluarga yang secara ekonomi berkecukupan [karena kalau lahir di keluarga miskin kita akan menghabiskan sebagian besar waktu kita untuk mencari uang, hanya sedikit kesempatan mendalami dan mempraktekkan dharma].

2. Nicair-gotrakarma : terlahir di keluarga dan lingkungan yang tidak atau kurang mendukung kita mengalami kemajuan pada evolusi bathin kita dalam roda samsara. Yang secara paling mendasar adalah kebalikan dari penjelasan diatas.

Uccair-gotrakarma terbentuk dan terakumulasi dari sikap rendah hati, tidak sombong, murah hati, baik hati, suka memberi, penuh kerelaan diri, penuh kasih sayang, berkorban demi orang lain, dsb-nya.

Nicair-gotrakarma terbentuk dan terakumulasi dari sikap kesombongan pada : status sosial [kasta], jabatan, kekayaan, kemampuan lebih, ketampanan atau kecantikan, kecerdasan, agama [merasa agama paling benar], keterkenalan, dsb-nya. Serta sikap mementingkan diri sendiri, tidak mau berbagi, tidak ada kerelaan diri dan tanpa kebaikan hati.

Sumber: Rumah Dharma-Hindu Indonesia.

 

 

 

Melenyapkan Penghalang Karma (Karma Avarana)


Hambatan, rintangan, kerumitan, serta kegagalan dalam segala bidang dan aspek kehidupan kita [duniawi, materi, spiritual, dsb-nya] semata disebabkan oleh akumulasi karma kita sendiri. Ini disebut karma avarana [penghalang karma].

Sehingga, terutama bagi mereka yang punya keinginan untuk dapat mengalami kemajuan dan perubahan berarti, penghalang yang pertama kali harus diselesaikan adalah penghalang karma. Jalan keluarnya adalah dengan melakukan kedua hal ini, yang disebut : samvara [penghentian karma] dan nirjara [penghapusan karma].

Samvara [penghentian karma]

Untuk orang biasa ini bisa dilakukan dengan :

  1. AHIMSA, berhenti menyakiti. Orang yang sadar akan hakikat hukum karma, akan berupaya “memotong” sebab utama yang menjadi sumber karma buruk yaitu MENYAKITI. Memang sangat sulit dalam hidup ini kita bisa 100% tidak menyakiti, tapi kita juga harus berusaha sebisa mungkin untuk tidak menyakiti. Baik melalui pikiran, perkataan dan perbuatan. Kita bisa banyak-banyak menguranginya dengan kesadaran sepanjang waktu, tekad kuat dan disiplin untuk merubah diri untuk berhenti menyakiti. Termasuk tidak balas menyakiti ketika kita disakiti.
  2. Menjadi seorang KARMA-GYANI [orang yang mengalir dengan karma-nya]. Apapun yang terjadi dalam kehidupan, seorang karma gyani berani mengatakan ke diri sendiri : ini karma saya dan saya akan menyatu dengan karma saya ini. Semuanya dijalanin saja. Termasuk ketika dia disakiti, dihina, ditipu, ketemu orang jahat, ketemu orang yang memperlakukan dengan tidak baik, sakit keras, dll, dia berkata ke diri sendiri : saya sedang membayar hutang karma. Dan bagi dia tidak usah menciptakan karma buruk yang baru dengan cara marah-marah atau protes. Dengan kata lain “memotong” sebab yang menjadi sumber utama karma buruk yaitu MENYAKITI.
  3. Menjadi seorang yang PREMA-HRDAYA [berhati penuh welas asih]. Sering menolong, memberi dan berbagi kepada mahluk lain. Sering membuat orang lain merasa lebih bahagia atau senang. Dengan kata lain banyak-banyak melakukan kebaikan. Karena karma baik akan sangat membantu meringankan beban karma buruk kita.

Sedangkan bagi yogi yang serius punya dua tugas tambahan, yaitu :

  1. INDRIYA-PRATYAHARA, yaitu melatih diri untuk mengendalikan hawa nafsu dan bersikap upeksha [tenang-seimbang] saat berhadapan dengan obyek-obyek yang merangsang indriya-indriya, seperti : makanan enak, seksualitas, dsb-nya. Maupun sebaliknya, melatih diri untuk bersikap upeksha [tenang-seimbang] saat berhadapan dengan obyek-obyek yang mengganggu indriya-indriya, seperti : bau busuk, makanan tidak enak, pemandangan yang menjijikkan, dsb-nya.
  2. Memurnikan SAMSKARA [kesan-kesan pikiran] melalui praktek meditasi yang rutin.

Nirjara [penghapusan karma]

Sesungguhnya ini adalah ajaran yang pingit, tenget [sakral], sangat rahasia. Tidak boleh diajarkan kepada umum, diajarkan hanya turun-temurun dari guru ke murid, itupun hanya boleh kepada murid-murid yang sudah siap. Sehingga bagian ajaran ini mungkin tidak banyak diketahui oleh umum.

Kita sesungguhnya kita bisa melakukan penghapusan karma melalui metode-metode nirjara. Dengan catatan bahwa nirjara [penghapusan karma] tidak akan bekerja efektif tanpa didahului dengan samvara [penghentian karma] sebagai pondasi dasar. Artinya kita harus melaksanakan samvara terlebih dahulu, baru memasuki nirjara.

Ada tiga macam metode untuk penghapusan karma, yaitu :

  1. Dengan melukat di pura pathirtan atau beji [mata air suci] yang energi airnya sangat bagus, yang secara spiritual tempat suci tersebut sangat kaya [ada sekian tingkatan alam malinggih disana, mulai dari alam-alam bawah sampai dengan alam kamoksan], serta [ini bagian yang paling pingit, tenget] di pura beji atau pathirtan tersebut ada dresta [mewajibkan] untuk melukat disana tanpa busana sehelai benangpun. Dresta yang pingit, tenget, ini dapat dipastikan datang langsung dari Ida Btara-Btari. Sebabnya di tempat seperti itu ada energi-energi pembersihan yang hidup [aktif], yang jalan masuknya melalui seluruh lapisan kulit, lalu terserap ke dalam 11 unsur yang terikat karma di dalam diri kita, yaitu panca jnana indriya [lima indra perasa : kulit, kuping, mata, lidah, hidung], panca karma indriya [lima indra tindakan : kaki, tangan, organ suara, kelamin, anus] dan manas [pikiran]. Perlu diingat : sepanjang perjalanan spiritual rumah dharma, satu pura pathirtan atau beji seperti ini adalah di Pura Telaga Waja, Br. Kapitu, Desa Kenderan, Tegalalang. Dengan catatan ini adalah pengetahuan meditatif admin rumah dharma, boleh setuju dan boleh tidak. Dan menurut petunjuk ida btara yang malingga disana kepada kakak pesraman admin rumah dharma, melukatlah di semua pancoran yang ada [11 pancoran]. Mulai dari kelompok selatan, melukat dari pancoran paling utara ke selatan. Lalu lanjut ke kelompok utara dan juga melukat dari pancoran paling utara ke selatan. Lakukan sebanyak 11 kesempatan [11 rahina atau hari baik, seperti pada purnama, tilem, kajeng kliwon, dsb-nya] untuk memperoleh hasil pembersihan.
  2. Dengan rajin dan rutin men-japakan atau memeditasikan mantra-mantra penghapusan karma. Seperti misalnya mantra “Om Makaral Shiwa Ya Namah”. Pada jaman dahulu mantra-mantra seperti ini bersifat rahasia. Akan tetapi karena jaman sekarang ada yang sudah membuka, maka penulis juga berani menuliskannya.
  3. Dengan mempraktekkan metode-metode meditasi atau yoga tertentu. Tapi metode meditasi dan yoga seperti ini tidak bisa dipaparkan dalam sebuah tulisan. Selain bahasannya panjang, juga ada hal-hal yang spesifik dan otentik. Jadi untuk mengetahuinya kita harus belajar langsung dari guru.

Dengan tekun dan rutin melakukan salah satu atau sekaligus ketiga metode nirjara diatas, kita akan dapat mengalami percepatan penghapusan karma, sekaligus melapangkan dan membuka banyak jalan bagi kita dalam segala bidang dan aspek kehidupan kita [duniawi, materi, spiritual, dsb-nya].

Ini adalah pengetahuan penting sebagai bekal atau sebagai titik berangkat bagi kita untuk dapat menempuh kehidupan yang baik dan terang, serta mengalami pencerahan. Tapi ini adalah pengetahuan yang pingit, tenget [sakral], sehingga sikapi dan gunakanlah pengetahuan ini secara bijaksana.

Sumber: Rumah Dharma-Hindu Indonesia.

Jodoh: Takdir atau Karma?


Oleh: Gentha Apritaura

love-puzzle

Ilustrasi gambar: dari Kaskus

Om Swastiastu
Saya dibesarkan di lingkungan Islam. Saya memutuskan memilih agama Hindu ketika saya masih dalam usia –yang orang bilang- premature. Too early. Tapi bagi saya, tidak ada kata premature sebab Hindu telah menyentuh kebutuhan rohani saya yang paling dasar. Saya menemukan Hindu tanpa guru, tanpa bantuan orang lain, namun itulah yang membuat saya bangga karena dengan demikian, berarti saya mengambil keputusan besar ini tanpa intervensi siapapun.

Usia saya sekarang 22 tahun. Pada usia 21 tahun, saya jatuh cinta pada seorang cowok muslim. Sebut saja namanya Fre. Bukan orang baru, dia cinta pertama saya di sekolah menengah, sekaligus teman sejak SD. Bersamanya, saya merasakan cinta yang sungguh- sungguh terhadap seorang lelaki. Semua ego runtuh di hadapannya. Hampir setahun, saya mengalami masa penuh pergolakan, perang batin, jungkir balik tidak karuan. Saat itu, hidup hanya memberi saya dua pilihan. Jika saya pilih Hindu, saya harus melepaskan dia (dan mengecewakan keluarga sekali lagi). Jika memilih Islam, saya dapat melewatkan waktu bersamanya, sekaligus membahagiakan keluarga karena mereka mengharapkan saya kembali (namun dengan mempertaruhkan amanastuti saya sendiri).

Pada masa itu, saya berpikir keras, kenapa jalan hidup membawa saya pada situasi seperti ini? Dalam benak saya, ada pertanyaan yang sangat mengusik, “Jodoh, takdir atau karma?”. Ajaran agama sebelumnya jelasjelas menyatakan jodoh adalah takdir. Namun dalam hati masih terasa mengganjal. Memerlukan cukup waktu hingga akhirnya saya temukan jawaban ini (mohon maaf sebelumnya, pendapat ini bersifat subyektif ). Jodoh itu bukan takdir, tapi karmaphala!

Apa alasannya?
Saya, bisa saja meraih Fre dalam pelukan saya, lalu kembali pada ajaran keluarga sambil mengatakan, “ini sudah jalannya”. Tapi apa yang ada di balik itu? Sebuah kemunafikan besar, menggunakan ‘jalannya’ Tuhan untuk mengelak dan menempatkannya sebagai pembenar atas tindakan yang saya lakukan. Kenyataan ini seperti pecut yang menampar muka saya sendiri.

Dalam kondisi pikiran yang jernih, saya dapat mendengar suara dalam hati yang jelas-jelas mengatakan, “Aku tidak ingin menukar Tuhan dengan apapun!”. Sadarkah kita, kita seringkali mengabaikan suara hati ketika pikiran kita sedemikian fokus terhadap suatu target. Mungkin, ini jugalah yang disebut maya itu.

Saya sadar betul bahwa selalu ada konsekuensi dari tiap tindakan. Dan keputusan yang saya ambil adalah, saya mempertahankan keHinduan saya. Efeknya, saya tidak dapat melanjutkan hubungan saya dengan Fre, dan mungkin saya lagi-lagi mengecewakan Bapak, Ibu, adik-adik, serta segenap keluarga besar.

Saya menangis, tentu saja. Hati saya hancur kehilangan Fre, saya sedih melihat keluarga harus ikut menanggung dampak moral dan sosial atas tindakan yang saya lakukan. Tapi inilah keputusan saya. Dari pengalaman ini, saya percaya jodoh itu hasil perjuangan, bukan ketentuan Tuhan. Mengapa? Sebab, sebetulnya saya bisa memiliki Fre jika saya bersedia melakukan satu hal; melepaskan keHinduan saya. Namun tidak saya lakukan. Karena apa? Karena saya tidak mau. Itulah kuncinya.

Saudara-saudaraku sedharma, melalui catatan ini saya ingin berpesan pada Anda sekalian, terutama untuk temanteman yang sedang mencari pasangan hidup, yang sedang merantau di tengah lingkungan umat berkeyakinan lain, yang merasa berdiri sebagai minoritas, yang sedang mengalami sindrom rendah diri agama, atau bahkan bagi yang mungkin saat ini sedang menimbang-nimbang untuk pindah ke agama lain; sadarkah kita, Sanatana Dharma adalah permata yang dunia miliki. “Rahmatan Lil Alamin” (rahmat bagi sekalian alam) yang sesungguhnya, bukan hanya “Rahmatan Lil Hindu”. Brahman yang kita kenal adalah figur Tuhan yang tidak memilih, tidak pernah membeda-bedakan.

Mungkin, dari kalimat “tidak pernah membeda-bedakan”, saya bisa  menggunakannya sebagai dalih untuk pindah ke agama lain. Tapi dengan mengetahui kualitas Tuhan-Tuhan” dari agama lain itu, dengan tegas saya akan mengatakan, “Saya tidak mau memiliki Tuhan seperti itu!”. Om Ekam Evam Advityam Brahman. Hanya Brahman yang saya kenal sebagai sejatinya Tuhan. Tuhan bagi seluruh semesta, bukan hanya Tuhan satu kaum.

Teman, saya sungguh berharap catatan ini dapat memberikan sedikit manfaat bagi Anda yang membacanya. Saat ini, saya terus berusaha membuktikan pada keluarga bahwa keputusan saya memeluk Hindu bukanlah keputusan bodoh. Hindu telah merombak total mindset saya yang dulu penuh ego ahamkara.

Teman, banggalah menjadi seorang Hindu. Sebab kita tengah bernaung dalam ajaran induk dari semua ajaran. Saya yakin, setiap dari Anda pernah menghadapi situasi sulit yang memaksa Anda mengambil sebuah keputusan pahit. Tapi saya pun yakin, semuanya adalah proses untuk menjadikan kita lebih dewasa. Gita mengajarkan, orang bijak tidak terlalu terlarut dalam kesedihan ataupun kesenangan. Lihat sisi positif dari apapun yang kita hadapi. Daripada menyesali pintu yang sudah tertutup, bukankah lebih baik mencari pintu lain yang terbuka? Life must going on, apapun yang kita perjuangkan, karmapalanya akan kembali.

Mulai saat ini, semoga tidak pernah lagi terbesit dalam benak kita untuk cenderung menuding Tuhan atas apapun yang kita alami. Mulat sarira, rubah mindset Anda. Legowo menerima hasil dari perbuatan kita sendiri akan terasa jauh lebih melegakan sekaligus membentuk diri kita untuk lebih mampu bersikap ksatria. Mungkin benar, kita tidak tahu karma apa yang kita bawa dari masa lalu. Tapi minimal, kita bisa melihat hasil dari apa yang kita dapat merupakan hasil dari tindakan kita sekarang. Be positive, do positive. Tidak akan ada yang sia-sia. Om Santih Santih Santih Om.

**Tulisan ini telah dimuat/diposting di Website Media Hindu pada tanggal 26 Oktober 2010.

%d bloggers like this: