Paduarsana

Berbagi Tentang Semua Hal

Tag Archives: filsafat hindu

Kapan Kiamat Tiba?


 

Kiamat sudah dekat, :p. sering kita mendengar kalimat tersebut tapi tidak ada yang tahu kapan pastinya kiamat akan tiba. Banyak yang meramalkan tentang waktu kiamat, tapi tidak satupun yang terbukti benar. Pembaca pasti pernah nonton film 2012 yang menceritakan bagaimana kiamat terjadi. Istilah kiamat tidak ditemukan dalam agama Hindu yang ada adalah Pralaya dan Pralina.

Tapah param krta yuge
tretayam jnanamuscyate.
Dwapare yajnaewahur
Danamekam kalau yuge.
(Manawa Dharmasastra, I.86).

Artinya: Pada zaman Kerta Yuga, dengan bertapalah cara beragama yang paling utama. Zaman Treta Yuga, beragama dengan mengamalkan ilmu pengetahuan suci (jnana) itulah yang paling utama. Zaman Dwapara Upacara, yadnya-lah yang paling utama. Sedangkan pada zaman Kali Yuga, dana punia-lah cara beragama yang paling utama.

PERUBAHAN terjadi karena adanya perjalanan waktu. Waktu terjadi karena adanya peredaran isi alam. Misalnya bumi mengelilingi matahari dan bulan mengelilingi bumi. Demikian juga planet-planet yang lainnya beredar sesuai dengan hukum Rta. Agar hidup ini dapat mengikuti perubahan waktu, sikap hidup pun harus berubah disesuaikan dengan perubahan itu.

Alam ciptaan Tuhan ini memberikan ruang dan waktu pada kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Seperti pernyataan sloka Manawa Dharmasastra I.86, ada tuntunan cara beragama umat manusia pada setiap zaman. Semua ciptaan Tuhan ditata berdasarkan hukum utpati (tercipta), sthiti (hidup terpelihara) dan pralina (lenyap kembali kepada asalnya). Alam dan isinya ini, setelah masanya selesai beredar dan berputar-putar, akan pralina atau pralaya. Istilah lainnya, kiamat.

Ada suatu kelompok keyakinan yang menyatakan dunia akan kiamat akhir 2009 yang lalu. Ada juga isu-isu yang menyatakan dunia akan kiamat akhir tahun 2012. Pendapat atau pandangan tentang dunia kiamat itu dalam era demokrasi dewasa ini tentunya boleh-boleh saja. Yang patut dijelaskan, bagaimana pandangan Hindu tentang dunia kiamat ini.

Istilah kiamat memang tidak dijumpai dalam ajaran Hindu. Namun, yang mirip dengan konsep kiamat mungkin konsep pralina atau pralaya dalam kitab-kitab Purana. Dalam kitab-kitab Purana, utpati, sthiti dan pralina dibahas secara khusus. Memang terdapat sedikit perbedaan antara Purana satu dan Purana lainnya mengenai konsep ini. Namun, secara umum menyangkut hal-hal yang substansial, semua Purana isinya sama, bahwa semua ciptaan Tuhan ini kena hukum Tri Kona yaitu utpati, sthiti dan pralina itu.

Dalam kitab Brahma Purana misalnya dinyatakan satu hari Brahman (satu kalpa) atau satu siang dan satu malamnya Tuhan lamanya 14 manwantara. Satu manwantara = 71 maha yuga. Satu maha yuga = empat zaman yaitu kerta, treta, dwapara dan kali yuga. Satu maha yuga = 432 juta tahun.

Sekarang peredaran alam semesta sedang berada pada manwantara ketujuh dibawah pimpinan Vaivasvata Manu. Ini artinya pralaya atau kiamat total akan terjadi setelah manu ke-14 berakhir. Manu ke-14 adalah Suci sebagai Indra Savarni Manu.

Empat Konsep Pralaya:

Konsep pralaya dalam Wisnu dan Brahmanda Purana ada dinyatakan empat konsep pralaya yaitu:

  • Nitya Pralaya yaitu proses kematian yang terjadi setiap hari dari semua makhluk hidup. Bahkan dalam diri manusia pun setiap detik ada sel tubuhnya yang mati dan diganti dengan sel baru. Sel tubuh manusia terjadi utpati, sthiti dan pralina. Naimitika pralaya adalah pralaya yang terjadi dalam satu periode manu. Menurut pandangan ini akan terjadi pralaya terbatas dalam setiap akhir manwantara. Ini artinya akan terjadi 14 kali naimitika pralaya atau kiamat terbatas atau kehancuran alam secara terbatas.
  • Prakrtika Pralaya yaitu terjadinya pralaya secara total setelah manwantara ke-14. Saat terjadinya Prakrtika Pralaya, seluruh alam semesta beserta isinya lenyap dan kembali pada Brahma atau Tuhan yang Mahaesa dalam waktu yang panjang atau satu malamnya Brahma. Setelah itu akan terjadi penciptaan lagi dan memulai dengan manwantara pertama lagi. Prakrtika Pralaya inilah yang mungkin identik dengan konsep kiamat menurut kepercayaan lainnya. Karena, semua unsur alam dengan segala isinya kembali pada Brahman. Menurut keyakinan Hindu, hanya Tuhanlah yang kekal abadi.
  • Atyantika Pralaya yaitu pralaya yang disebabkan oleh kemampuan spiritualnya melalui suatu pemberdayaan jnyana yang amat kuat sehingga seluruh dirinya masuk secara utuh lahir batin kepada Tuhan Brahman.

Demikian konsep pralaya (semacam kiamat) menurut Hindu. Yakinlah, pralaya dalam arti Prakrtika Pralaya tidak akan terjadi dalam waktu dekat ini. Sedangkan Nitya Pralaya akan terjadi dalam setiap hari, ada makhluk hidup yang mati dan ada yang lahir.

Untuk menyelamatkan diri dari pengaruh buruk pada setiap perjalanan yuga itu, Swami Satya Narayana menyatakan agar manusia berperilaku seperti zaman atau mengikuti yuga sebelumnya. Misalnya, pada zaman treta, Sri Rama dan para pengikutnya berperilaku mengikuti zaman kerta yuga meskipun Sri Rama hidup pada zaman treta yuga. Sedangkan Rahwana berperilaku seperti zaman kali. Karena itu, Sri Rama dengan pengikutnya selamat hidup di bawah lindungan dharma dan Rahwana hancur karena hidup berdasarkan adharma.

Demikian juga Pandawa dengan Sri Krisna hidup pada zaman dwapara yuga, tetapi perilakunya mengikuti zaman kerta dan treta yuga. Dengan demikian Pandawa dan Sri Krisna memenangkan hidup berdasarkan dharma, sedangkan Korawa hancur karena mengikuti cara hidup yang adharma.

Demikianlah kini, kalau ingin selamat dari pengaruh zaman kali, hiduplah seperti zaman dwapara. Bahkan kalau bisa, ikuti treta atau kerta, maka akan selamatlah dari pengaruh buruk zaman kali. Justru pengaruh baiknya yang akan didapatkan.

Artikel Oleh: I Ketut Wiana, diterbitkan oleh Bali Post, 09 Agustus 2009.

Mencari Nafkah Dijalan Dharma


Agama Hindu mengajarkan kepada penganutnya untuk selalu berpegang teguh pada Dharma dalam mencari nafkah. Tidak satupun sloka dalam kitab Weda membenarkan cara-cara buruk untuk mendapatkan nafkah/ sumber kehidupan. Cara mendapatkan sumber kehidupan bagi umat Hindu diatur dalam Manawa Dharmasastra,  Buku ke-4 “Atha Caturtho ‘Dhyayah” antara lain pada sloka 3 berbunyi:

YATRAM ATRA PRASIDDHYARTHAM, SWAIH KARMABHIRAGARHITAIH, AKLESENA SARIRASYA KURWITA, DHANASAMCAYAM

artinya: Untuk tujuan mendapat nafkah guna menunjang kehidupan, seseorang hendaknya mengumpulkan penghasilannya dengan menjalankan usaha yang tidak tercela sesuai dengan swakarma-nya tanpa membuat dirinya terlalu payah tidak menentu.

Pada sloka 15 lebih dirinci lagi sebagai berikut:

NEHETARTHAN PRASANGGENA, NA WIRUDDHENA KARMANA, NA WIDYAMANESWATHESU, NARTYAMAPI YATASTATAH

artinya: Dalam keadaan apapun janganlah mencari kekayaan dengan jalan adharma, tidak pula melakukan usaha-usaha terlarang dan tidak menerima pemberian dari sembarang orang.

Dan Sloka 16:

INDRIYARTHESU SARWESU, NA PRASAJ KAMATAH, ATIPRASAKTIM CAITESAM MANASA, SAMNIWARTAYET

artinya: Jangan hendaknya karena keinginan akan kesenangan mengikatkan diri pada hal-hal pemuasan nafsu semata dan dengan hati-hati menghindarkan diri dari keterikatan yang berlebihan, dengan menyadari bahwa cara-cara itu tak bernilai sama sekali.

Akhirnya, pada sloka 18 ditulis:

WAYASAH KARMANO RTHASYA, SRUTASYABHIJANASYA CA, WESAWAG BUDDHI SARUPYAM ACARAN WICAREDIHA

artinya: Hendaknya manusia hidup di dunia ini dengan penyesuaian-penyesuaian meliputi: pakaian, tingkah laku, kata-kata, pikiran, dengan kedudukan, kekayaan, pelajaran suci, dan kebangsaannya.

Keempat sloka dari Manawa Dharmasastra buku ke-4 tersebut di atas dapat dikaji sebagai batasan “dharma” dalam mencari nafkah, sekaligus merupakan pedoman kehidupan menuju “Moksartham jagaditaya ca iti dharmah” atau kebahagiaan lahir bathin di dunia dan nirwana.

Intinya adalah mengingatkan umat manusia, bahwa dalam upaya mencari nafkah janganlah melakukan pekerjaan-pekerjaan yang dilarang norma-norma Agama, Hukum, dan Susila, serta jenis pekerjaan yang dapat menodai nama Bangsa dan Negara.

Di samping itu, jenis pekerjaan yang terlalu menguras tenaga dan membahayakan kesehatan, juga tidak disarankan. Penghasilan yang diperoleh secara tidak wajar, termasuk penerimaan suap, pembagian hasil korupsi, pendapatan terlalu tinggi yang tidak sesuai dengan jabatan atau profesi juga termasuk dilarang untuk diterima, karena akan menyebabkan keterikatan pada hal-hal yang bersifat adharma yang lambat laun dapat menuntun kepada perbuatan-perbuatan dosa yang lebih berat.

Dalam hidup kekinian, sangat sulit mengukur nilai “wajar” dari suatu jenis pekerjaan dan pendapatan yang diperoleh. Mungkin dengan mengadakan perbandingan-perbandingan, suatu kewajaran dapat dimengerti. Misalnya jenis pekerjaan yang oleh nilai budaya tidak wajar dilakukan oleh seorang wanita, menjadi sopir taksi yang bekerja sampai pagi. Atau seorang eksekutif yang menyuruh bawahannya bekerja di luar bidang tugasnya, apalagi untuk kepentingan pribadi atau kelompok sang pemimpin.

Pendapatan yang tidak wajar, misalnya menerima hadiah baik berupa uang ataupun benda lainnya yang terlampau besar, tidak sesuai dengan prestasi kerjanya. Pemberian-pemberian hadiah yang tidak wajar seperti ini biasanya merupakan trik pimpinan untuk mengajak bawahannya melanggar hukum, atau menjaga agar rahasia kecurangannya tidak terbongkar.

Seperti yang disebutkan dalam Manawa Dharmasastra IV-16 di atas, pemberian sesuatu dari seseorang yang tidak wajar (besarnya) merupakan “ikatan” yang harus dihindari. Kalimat ini hendaknya lebih dihayati sebagai suatu bentuk jebakan atau perangkap dengan umpan menggiurkan, namun akan berakibat si penerima mendapat kesulitan di kemudian hari.

Pesan mulia yang terdapat pada Manawa Dharmasastra IV-18 mengingatkan kita, umat manusia agar hidup di dunia ini seimbang dan harmonis dengan kemampuan yang dibentuk oleh kualitas Sumber Daya Manusia masing-masing, dan tidak menghayalkan sesuatu yang berlebihan atau memaksakan diri mencapai target yang tidak mampu dicapai.

Filsafat Hindu yang lain, dikenal dengan “Catur Purusha Artha” juga mengajak kita untuk menyadari bahwa Moksha hanya akan dapat dicapai melalui Dharma, Artha, dan Kama.

Lebih tegas lagi diuraikan dalam Kitab Suci Sarasamusccaya 263:

APAN IKANG ARTHA, YAN DHARMA LWIRNING KARJANANYA, YA IKA LABHA NGARANYA, PARAMARTHA NING AMANGGIH SUKHA SANG MWAKEN IKA, KUNENG YAN ADHARMA LWIRNING KARJANANYA, KASMALA IKA, SININGGAHAN DE SANG SAJJANA, MATANGNYAN HAYWA ANASAR SANGKENG DHARMA, YAN TANGARJANA

artinya: Sebab uang itu, jika dharma landasan memperolehnya, laba atau untung namanya; sungguh-sungguh mengalami kesenangan orang yang beroleh uang itu; akan tetapi jika uang itu diperoleh dengan jalan adharma, merupakan noda uang itu, dihindari oleh orang yang berbudi utama ; oleh karena itu janganlah bertindak menyalahi dharma, jika anda berusaha mencari nafkah.

Selanjutnya sloka 266 menegaskan lagi: “Hana yartha ulihning pariklesa ulihning anyaya kuneng, athawa kasembahaning satru kuneng, hetunya ikang artha mangkana kramanya, tan kenginakena ika” artinya: Adalah uang yang diperoleh dengan jalan jahat, uang yang diperoleh dengan jalan melanggar hukum, ataupun uang persembahan musuh; uang yang demikian halnya jangan hendaknya diingin-inginkan.

Dalam sloka ini ada kalimat “uang persembahan musuh” di mana pengertian “musuh” ditafsirkan sebagai pihak yang ingin mencelakakan kita misalnya dengan cara-cara suap, atau melibatkan kita dalam perbuatan korupsi baik yang nyata maupun yang terselubung.

Akhirnya sloka 270 perlu dihayati dengan seksama:

IKANG WWANG TAN PANIDDHAKEN DHARMA, ARTHA, KAMA, MOKSA, HEMANA HANAHANA APARTHAKA HURIPNYA, NGARANIKAN MANGKANA, UMINGU SARIRANYA PANGANENING MRTYU IKA

artinya: Orang yang tidak berhasil melakukan Dharma, Artha, Kama, dan Moksa, sayang benar ia ada, tetapi tiada berguna hidupnya; orang demikian dinamai orang yang hanya mementingkan memelihara badan wadahnya saja, yang kemudian dicaplok maut.

Maksudnya, jangan mensia-siakan hidup di dunia, karena tujuan hidup manusia menurut filsafat Weda adalah untuk mensucikan roh, sehingga di suatu saat nanti diharapkan terhindar dari samsara atau penjelmaan kembali berulang-ulang. Cita-cita Moksha adalah bersatunya roh dengan Brahman atau Yang Maha Esa.

Dari: stitidharma.org

%d bloggers like this: