Paduarsana

Berbagi Tentang Semua Hal

Tag Archives: tampak siring

Pura Gunung Kawi, Tampak Siring


Tidak jauh berada disebelah selatan Pura Mangening terdapat Pura Gunung Kawi. Pura ini terletak di Daerah Tampaksiring dan tidak jauh dari Istana Tampaksiring, Daerah situs purbakala gunung kawi sangat luas dibagi menjadi dua dan dipisah oleh Sungai Pakerisan, sejak di temukan pada tahun 1920, peninggalan ini terus di jaga dan diperhatikan, disana terdapat dua tebing, terdapat lima candi di tebing sebelah timur dan empat candi di tebing sebelah barat dan juga tempat bermeditasi. Odalan di Pura Gunung Kawi jatuh pada hari/rahina Purnama Katiga.

Di pojok tenggaranya juga di temukan beberapa lobang tempat meditasi, candi yang di tebing sebelah barat dikenal dengan nama Makam X dan di pintu depannya deitemukan tulisan dengan hurup Kediri. Seperti yang di sebutkan Pura Gunung Kawi di bangun oleh Raja Marakatapangkaja dan diselesaikan oleh Raja Anak Wungsu. Tebing tebing lain yang diteukan berrelief candi di luar area Gunung Kawi adalah di Kerobokan, Tegallinggah, dan Jukut Paku ( Singakerta, Ubud ). Gunung Kawi juga terbuka untuk Wisatawan.

Setelah melewati Gapura dan 315 anak tangga di pinggir sungai Pakerisan yaitu sebuah sungai yang mempunyai nilai sejarah yang sangat tinggi, terletak komplek candi Gunung Kawi. Obyek wisata ini termasuk wilayah Tampaksiring 40 km dari Denpasar. Mengenai nama Gunung Kawi ini belum diketahui dengan pasti asal mulanya. Namun secara etimologi dikatakan berasal dari kata Gunung dan Kawi, yang berarti gunung adalah daerah pegunungan dan Kawi berarti pahatan. Jadi maksudnya ialah pahatan yang terdapat di pegunungan atau di padas karang.

Menurut sejarahnya diantara raja – raja yang memerintah di Bali yang paling terkenal adalah Dinasti Warmadewa. Raja Udayana adalah merupakan dinasti ini dan beliau adalah anak dari Ratu Campa yang diangkat anak oleh Warmadewa. Setelah dewasa Udayana nikah dengan Putri Jawa yang bernama Gunapriya Dharma Patni. Dari perkawinannya ini menurunkan Erlangga dan Anak Wungsu. Akhirnya setelah Erlangga wafat tahun 1041, kerajaanya di Jawa Timur dibagi Dua. Pendeta Budha yang bernama Empu Baradah dikirim ke Bali agar pulau Bali diberikan kepada salah satu Putra Erlangga, tetapi ditolak oleh Empu Kuturan.

Selanjutnya Bali diperintah oleh Raja Anak Wungsu antara tahun 1029 – 1077 dan dibawah perintahnya Bali merupakan daerah yang sangat subur dan tentram. Setelah beliau meninggal dunia abunya disimpan dalam satu candi di komplek Candi Gunung Kawi. Tulisannya yang terdapat diatas pintu semu yang berbunyi : Haji Lumah Ing Jalu yang berarti Sang Raja dimakamkan di Jalu sama dengan Susuh dari (ayam jantan) yang bentuknya sama dengan Kris maka perkataan Ing Jalu dapat ditafsirkan sebagai petunjuk Kali Kris atau Pakerisan. Raja yang dimakamkan di jalu dimaksud adalah Raja Udayana. Sedangkan tulisan Rwa Anakira yang berarti Dua Anaknya kemungkinan yang dimaksud makam Raja Udayana, Anak Wungsu dan Empat orang Permaisuri Raja serta Perdana Mentri Raja. Diseberang Tenggara atau dari komplek candi ini terletak Wihara (tempat tinggal atau asrama para biksu/pendeta Budha).

Peninggalan candi dan wihara di Gunung Kawi ini diperkirakan pada abad 11 Masehi. Sementara di Candi Gunung Kawi, setelah menuruni anak tangga sepanjang 400 m, nikmati eksotisnya bangunan candi yang dipahat pada dinding cadas.Ukiran pahatan yang besar ini terlihat menakjubkan ketika diamati dari jarak beberapa meter. Candi yang dipercaya sebagai tempat menyimpan abu jenazah beberapa raja Bali ini memiliki legenda berkaitan dengan pembuatannya, yaitu dibuat sehari semalam oleh Kebo Iwa dengan menatahkan kuku tangannya yang sakti pada dinding cadas tersebut. Kebo Iwa sendiri adalah tokoh legenda rakyat Bali yang digambarkan sebagai orang bertubuh sangat besar dengan kekuatan dan kesaktiannya yang dipergunakan untuk membela Bali dari serangan musuh.

Sumber: Gianyar Tourism

 

 

 

Pura Mangening, Tampak Siring


Pura Mangening. Sumber Gambar: Wisata Dewata

Pura atau Parahyangan Mangening terletak di Br. Saraseda, Desa Tampaksiring, Kecamatan Tampaksiring, 15 KM dari kota Gianyar dan 37 KM dari kota Denpasar. Pura ini terletak tidak jauh di sebelah utara lingkungan Pura Gunung Kawi Tampaksiring. Untuk menuju ke pura ini, kita melalui jalan setapak menuju lingkungan Pura Gunung Kawi ditepi sungai Pakerisan.

Mangening berasal dari kata mahening atau maha hening, keheningan sempurna. Parahyangan ini dibangun secara bertahap oleh raja-raja Bali dan selesai di sekitar abad ke-10 M, sebagai tempat bagi raja dan keluarga untuk melakukan upaya spiritual merealisasi bathin yang maha hening dan sebagai tempat “pembersihan akhir” sebelum moksha.

Bila kita ber-tirtayatra ke parahyangan ini, dari areal parkir kita akan menuruni terlebih dahulu sederet anak tangga untuk tiba di pelataran parahyangan. Dari areal pelataran parahyangan kita bisa melihat, di sebelah kanan tedapat beberapa pancoran mata air suci. Pancoran ini hanya boleh untuk nunas tirta saja, tidak boleh untuk melukat atau lainnya.

Di arah depan terdapat rangkaian mata air yang keluar dari tebing dan sela-sela akar pohon, kolam-kolam jernih serta sederet tangga menurun menuju kolam peleburan Telaga Waja. Di areal Parahyangan Mangening terdapat 11 [sebelas] kelebutan atau mata air suci dan semuanya bermuara di kolam peleburan Telaga Waja. Kolam suci ini adalah tempat melukat yang sangat utama, yang berguna untuk memutuskan keterikatan duniawi menuju perjalanan spiritual yang tinggi.

Di sebelah kiri terdapat mandala kecil yang ditembok, disana terdapat pohon beringin besar dan mata air suci yang tidak boleh diambil sendiri, harus melalui jro mangku. Di sebelah kiri terdapat mandala utama parahyangan, yang letaknya yang berada tinggi di atas pelataran, sehingga kita harus menaiki serangkaian anak tangga lagi untuk menuju kesana.

Pelinggih utama di Parahyangan Mangening adalah candi kuno khas abad ke 10-M yang sering disebut sebagai Palinggih Prasada atau sering juga disebut Meru Prasada. Yang berstana di parahyangan ini adalah Ida Btara Hyang Nirmala Suci. Di parahyangan ini juga terdapat peninggalan kuno Lingga – Yoni, sehingga parahyangan ini identik dengan tempat pemujaan Dewa Shiva.

Kalau hendak melakukan tirtayatra ke Parahyangan Mangening, mandi dan melukat dahulu di kolam peleburan Telaga Waja. Lalu lanjutkan dengan sembahyang di utama mandala pura [di Palinggih Prasada]. Kalau hendak melakukan japa mantra atau meditasi, disini tempat yang mautama. Meditasi disini mudah sekali untuk memasuki keheningan.
Odalan atau Pujawali di Parahyangan Mangening jatuh pada hari Saniscara Pon Wuku Sinta.

 

 

 

%d bloggers like this: