Paduarsana

Berbagi Tentang Semua Hal

Tag Archives: karma pala

Apa Itu Karma Phala


Karma Phala atau karma pala adalah konsep dasar dalam ajaran-ajaran agama dharma. Berakar dari dua kata yaitu karma dan phala. karma berarti perbuatan/aksi, dan phala berarti buah/hasil. Karma phala artinya buah dari perbuatan yang telah dilakukan atau yang akan dilakukan.
Karma phala memberi optimisme kepada setiap manusia, bahkan semua makhluk hidup. Dalam ajaran ini, semua perbuatan akan mendatangkan hasil bagi yang berbuat. Apapun yang kita lakukan/perbuat, maka seperti itulah hasil yang kita terima. yang menerima adalah yang berbuat bukan orang lain. Karma Phala adalah sebuah hukum universal bahsa setiap perbuatan akan mendatangkan hasil. Dalam konsep Hindu, berbuat itu terdiri atas: perbuatan melalui pikiran, perbuatan melalui perkataan dan perbuatan melalui tingkah laku, Ketiganya dikenal dengan Tri Kaya Parisudha. Ketiga perbuatan inilah yang akan mendatangkan hasil bagi yang berbuat. Kalau perbuatan baik hasilnya pasti baik, dan demikian pula sebaliknya.

Hasil kerja atau perbuatan berwujud secara nyata dan tidak nyata. Wujud yang nyata (skala) adalah hal keduniawian sedangkan wujud yang tidak nyata (niskala) adalah ketentraman bathin. Ditinjau dari waktu saat bekerja/berbuat (karma) dengan waktu menerima hasil (phala), maka karma phala dibedakan menjadi tiga, yaitu:

  1. Sancita Karma Phala(Phala/hasil yang diterima pada kehidupan sekarang atas perbuatan dikehidupan sebelumnya.
  2. Prarabdha Karma Phala(Karma atau perbuatan yang dilakukan saat ini dan hasil/phalanya akan diterima pada kehidupna saat ini pula.
  3. Kryamana Karma Phala(Karma/perbuatan yang dilakukan pada kehidupan saat ini namun hasilnya akan dinikmati pada kehidupan yang akan datang)

Ajaran Karma phala sangan erat kaitannya dengan keyakikan dasar agama Hindu, Reinkarnasi/punarbhawa, karena dalam ajaran karma phala, keadaan manusia baik suka maupun duka disebabkan karena hasil perbuatan manusia itu sendiri, baik yang ia lakukan pada saat ini mapunu apa yang ia lakukan pada kehidupan sebelumnya. Dalam ajaran karma phala ini bisa dikatakan manusia menentukan nasibnya sendiri sementara Tuhan yang akan menentukan kapan hasil dari karma/perbuatannya diberikan.

“Karena Kita Percaya Akan Karma”


”Istriku dan aku menghabiskan tiga minggu di Bali pada bulan April tahun ini (2011). Kami di sana untuk merayakan ulang tahun perkawinan kami yang ke 38 sebagai tamu dari seorang sahabat yang sangat baik yang mengizinkan aku tinggal di vilanya yang indah secara gratis. Seharus aku membayar USD1,100 per malam. Itu setelah kunjunganku ke Australia dan tepat sebelum kuliah Haris Ibrahim yang aku sampaikan di Bangkok diikuti oleh semua drama itu.”

Demikian Raja Petra, mulai tulisan kenangannya tentang kunjungannya di Bali. Berikut lanjutannya.

Apa yang paling mengesankan aku tentang Bali adalah kejujuran dari orang-orangnya, yang sekitar 90% Hindu (tetapi sangat berbeda dari orang-orang Hindu Malaysia). Kami meninggalkan semua barang-barang kami termasuk uang tunai di kamar kami. Staf keluar masuk ke kamar dengan bebas dan kami tidak merasa khawatir sedikitpun. Dalam kenyataannya, kamar tidur kami tidak mempunyai kunci (namun) hanya celah-celah ventilasi kaca.

Aku tanya seorang gadis Bali akan memijatku bagaimana bisa orang Bali begitu jujur.
Karena kita percaya akan karma, dia menjawab.

Oh, aku menjawab, itu berarti apapun yang Anda lakukan kepada orang lain hal yang sama akan terjadi kepada anda (balasan yang sama). Tidak, dia menjawab. Apapun yang Anda lakukan kepada yang lain sepuluh kali lebih banyak akan terjadi kepada anda. Dan itu termasuk kedua-duanya, baik atau buruk.

Kapan pun kami mengambil taksi, pengemudi taksi akan secara otomatis menghidupkan argo meternya. Dan mereka tidak pernah mengambil rute yang lebih panjang untuk sampai di tempat tujuan. Selalu saja jalan pintas. Kapan pun kita berhenti di tempat belanja untuk membeli barang-barang makanan dan minuman dan keperluan lain, pengemudi taksi akan mematikan argo meter dan menunggu, berapapun lamanya. Maka kita tidak harus membayar ”waktu yang hilang” (lost time) .

Suatu kali sahabatku meninggalkan Blackberrynya di McDonalds. Kami sudah separuh jalan kembali ke vila sebelum ia menyadari ia telah kehilangan Blackberrynya dan kami curiga ia mungkin telah meninggalkannya di McDonalds, di mana kami berhenti terakhir. Kami minta sopir berputar dan kembali ke McDonalds, sekalipun kami tidak benar-benar berpikir bahwa Blackberrynya masih ada di sana.

Tetapi perhatikan dan lihat, Blackberry itu masih di sana. Seseorang telah menemukannya di konter dan menyampaikannya ke manajer. Betapa leganya temanku yang tentu tidak dapat menanggung kehilangan semua datanya.

Ada banyak contoh lain mengenai kejujuran dari orang Bali yang sangat mengesankan kami. Aku berkelakar bahwa jika aku belum mempunyai agama dan tengah mencari suatu agama aku mungkin akan menjadi seorang Hindu Bali. Demikian bagaimana aku terkesan dengan orang Bali Hindu.

Masih kah, kita umat Hindu Bali mempunyai prinsip dasar yang kuat dalam bersikap kepada saudara kita, kepada teman kita, kepada tamu kita baik dari luar maupun dalam negeri?? Orang asing mungkin sangat merindukan sikap rendah hati umat Hindu Bali baik di dunia pendidikan, pertanian, bisnis atau industri pariwisata.

Salam,