Atraksi ritual Siat Sarang (berperang menggunakan alas bekas bikin jaja uli), Tradisi atraksi siat sarang ini merupakan ritual adat yang digelar serangkaian upacara Usaba Dimel ini bermakna untuk membuang musuh-musuh yang bersarang dalam diri.

Image by: Nusa Bali
Tradisi Siat Sarang merupakan runtutan dari Ngusaba Dodol. Siat Sarang dilakukan menggunakan Sarang yang dibuat dari daun Enau atau Jaka. Ritual Siat Sarang ini ditandai aksi saling lempar bersenjatakan sarang. Kedua kelompok pemuda saling serang dan melempar sekuat tenaga, hingga sarang yang dipakai senjata hancur berantakan. Selain untuk memuang mala (musuh atau kotoran dalam diri secara niskala), ritaul Siat Sarang ini juga bermakna untuk menyomiakan (menetralisasi) pengaruh jahat bhuta kala di areal sekitar.
Tradisi Siat Sarang ini rutin dilaksanakan krama Desa Pakraman Selat setahun sekali, tiga hari sebelum upacara Usaba Dimel. Ritual Siat Sarang merupakan satu rangkaian aci petabuhan (upacara pacaruan) dengan kurban godel (anak sapi) dan anjing blangbungkem (loreng coklat).
Prosesi Siat Sarang sendiri berawal dari rumah masing-masing krama pagi harinya, di manba mereka ngunggahang (mempersembahkan) satu kemasan tenge (berisikan kemasan daun gegirang, bambu, gunggung, dan aba) yang dihias bergambar makhluk bhuta kala. Kemasan itu dipersembahkan di pekarangan rumah masing-masing.
Menjelang sore, beberapa tenge yang terpasang di pekarangan rumah dikumpulkan lagi oleh keluarga bersangkutan, lanjut dimasukkan ke dalam sarang. Nah, sarang tersebut selanjutnya ditempatkan di lebuh (dekat pintu halaman rumah). Esensinya, untuk memancing agar kekuatan bhuta kala masuk ke dalam sarang.
Selanjutnya, sarang dibawa ke Pura Bale Agung untuk mendapatkan labaan (pemberian kepada makhluk yang lebih rendah tingkatannya) berupa banten pacaruan, sekaligus menyomiakan sifat-sifat bhuta kala. Setelah dipersembahkan di Pura Bale Agung, maka sarang tersebut diambil kalangan teruna (pemuda) Desa Pakraman Selat untuk dijadikan sarana perang.
Kalangan teruna yang terlibat dalam ritual Siat Sarang ini mengenakan kain dengan saput poleng, tanpa busana atas. Mereka terbagi dalam dua kelompok, masing-masing Selat Kaja dan Selat Kelod. Setiap perserta diingatkan untuk mampu mengusir sifat-sifat bhuta kala yang melekat di dalam diri.
Musuh-musuh dalam diri yang harus dibuang sebagaimana dimaksudkan Jro Mangku Mustika, antara lain, Tri Mala, Tri Mala Paksa, Catur Mada (empat kemabukan), Panca Wisaya (lima jenis racun), Panca Ma (madat, mabuk, mamotoh, madon, maling), Sad Ripu (enam musuh dalam diri: kama, lobha, krodha, moha, mada, dan matsarya).
Ritual Siat Sarang juga bermakna mengusir kekuatan Sad Atatayi (enam pembunuh kejam), Sapta Timira (tujuh macam kegelapan), Asta Dusta, Dasa Mala (sepuluh kotoran), dan Asuri Sampat (sifat keraksasaan).
Artikel diolah dari berbagai sumber.
Semoga bermanfaat, Silahkan share:
Like this:
Like Loading...
Related
Recent Comments