Esok adalah Hari Raya Nyepi yang kesekian kalinya entah sudah berapa ratus tahun Bali “menyepi”. Hari Raya Nyepi telah ada jauh sebelum negara ini merdeka, konon Hari Raya Nyepi telah lama dilaksanakan di Bali, bahkan sebelum kekuasaan raja-raja Bali. Dalam tradisi tatwa Bali, maka Nyepi adalah perintah Hyang Pasupati kepada tiga putranya Hyang Gnijaya berstana di gunung Lempuyang, Hyang Putranjaya berstana di Gunung Agung, Hyang Dewi Danuh berstana di Gunung Batur, ketiganya disebut dengan penuh hormat sebagai Penyiwian Trilinggagiri.
Didalam Babad Bhatara Rarasa dan lontar Bhisama-Griya Buduk- tulisan Bapa Gede Sura-1992): terdapat kutipan yang menarik sebagai berikut:
brata penyepian lwir sawung anggeram anda, yan tan panes awaknya tan lumekas ikang anda. Yan tan sepi ing idep, sepi ing pamrih, sepi ing gawe, tan molih yoganta. Iki ngaran penyepian. Ingon-ingon Dewi Mas Ayu Danu kang gineseng- dening apwining giri Tolangkir, mangke juga pamarisudha ning ingwang. Poma. Poma. Poma. Uluning bawi manadi mrana tikus, walungnya manadi walangsangit, jejeronnya manadi mrana tan pasangkan. Yan pageh samanta ratu ngamong rat, rong puluh taun sapisan hane mrana wangsangit hana mrana tikus. Yan tan pageh tan wilangan dina mrana pasangkan dateng. Iki rungwakna, kaki patuk nini patuk angadegaken maring pasar agung. Ni Bhuta kala katung pinaka pangsaranan pasar, soang karya ri basukih atakwan pwa ring pasar agung, yang tan prasisa kabehan, ke wala jejaten juga wenang“
Peristiwa ini jauh lebih tua dari era Raja Marakata, jauh lebih tua dari kedatangan Mpu Kuturan sang pendiri desa pekraman dan kahyangan tiga:dll, jauh lebih tua dari era Gelgel. Sampai kini Nyepi telah menjadi bagian dari kehidupan Bali.

Sumber gambar: Facebook
Diera media sosial beberapa tahun terakhir banyak yang saudara-saudara non Hindu yang mengumpat tentang Nyepi bahkan cenderung melecehkan sebut saja kasus Nando di tahun 2015 atau kasus saudara Ibnu ditahun 2010. Pelecehan ini jelas menimbulkan reaksi bagi umat Hindu, beragamam komentar kebencian pun terlontarkan karena rasa geram(jengah) kepada kedua pelaku pelecehan itu.
Sudahkah kita meNyepi? Pelecehan hari raya suci agama pun tidak pantas dilakukan bagi siapa pun, menyadari bahwa kita hidup di Indonesia dengan agama yang berbeda. Pecelehan terhadap agama lain adalah bibit bagi hancurnya rasa toleransi antara pemeluk agama. Terlepas siapa pun yang melecehkan Nyepi sebagai umat Hindu sudahkah kita melakukan catur brata penyepian? Akan aneh jika kita bereaksi dengan tamparan kecil saudara non Hindu tentang Nyepi tapi kita sendiri tidak pernah melakukan brata Nyepi bukan? Dibeberapa tempat konon ada yang main ceki(baca: judi),mabuk-mabukan, anak-anak dibiarkan bermain bola dijalan. Bagi kaum berduit Nyepi akan dihabiskan di Hotel.
Nyepi adalah ritus untuk Bumi dan semesta, ini sifatnya tidaklah untuk men-agamakan, namun ini spiritnya kepada siapapun untuk mengajak dan menyadari; bahwa ada panca mahabhuta; lima energi besar, yang menjadi kekuatan kehidupan itu perlu diberikan ruang untuk mengobati dirinya. Nyepi adalah proses penyembuhan, air, udara, tanah, suara, dst; seluruh elemen lingkungan hidup ini dalam era masa ini apalagi; polusi, polutan; dst. Nyepi adalah terapi terbaik bagi alam semesta ini. Karena setiap orang; mau agama apapun; dia perlu udara, dia perlu air, dia perlu keheningan; bukan kebisingan, dia perlu merasakan belajar dalam kegelapan, untuk menghargai energi cahaya; dst. Karena itu, Nyepi menjadi inspirasi kepada seluruh dunia mengenai hemat energi dan penyelamatan lingkungan.
Tanpa bermaksud untuk menggurui, Hari Raya Nyepi wajib bagi kita untuk melakukan catur brata penyepian: tidak bekerja, tidak menyalakan api, tidak mencari kesenangan, tidak bepergian. Sesederhana itu bukan?
Selamat Hari Nyepi Caka 1938.
Terima kasih: **Cok Sawitri
Artikel terkait:
- Gerhana Matahari dan Nyepi
- Nyepi
- Pedoman Nyepi Caka 1938
- Hari Raya Nyepi
- Melasti
Semoga bermanfaat, Silahkan share:
Like this:
Like Loading...
Recent Comments