Paduarsana

Berbagi Tentang Semua Hal

Tattwa Piodalan


Setiap sanggah, Pemerajan, Pura dan Kahyangan yang telah selesai dibangun akan dibuatkan suatu upacara pengurip-urip dan kemudian dilanjutkan dengan upacara Melaspas. Ketentuan ini dapat kita jumpai dalam lontar Dewa Tattwa, yang bunyinya sebagai berikut:

“Nihan tingkahing angwangun Kahyangan Dewa, ring wus puput, salwiring pakadanya wenang maplaspas alit, sesayut pengambyan, pras penyeneng, suci 2 soroh, ring banten genahnya, mwang ring sanggar ngawilang kwehning sanggar, iwak itik ginuling, aywa sasigar, teka wenang Brahmana Pandita anglukat wangunan ika”.

Terjemahana bebas: “Demikianlah tata cara membangun tempat memuja Hyang Widhi Wasa, pada saat selesai dibangun, segala peralatan/bahan (Bangunan) wajib dibuatkan upacara melaspas kecil, dengan sesayut pengambyan, pras penyeneng, suci 2 soroh dibebanten tempatnya, juga disanggar (tempat memuja) menurut banyaknya tempat(linggih)memuga, daging itik yang diguling, jangan dipecah, dan seyogyanya Brahmana Panditalah yang patut membersihkan/mensucikan bangunan itu.

Upacara piodalan bersumber pada tiga cara/jalan diantara 4 jalan/cara yang dikenal, yaitu:

  1. Bhakti Marga
  2. Jnana Marga
  3. Karma Marga

Piodalan dapat dilaksanakan dengan tingkat nista, madya atau utama dengan tata urutan sebagai berikut:

  1. Nurunang(utpati)
  2. Nyejer(stiti)
  3. Nyimpen(pralina)

Mengingat hari Piodalan adalah hari ulang tahun bagi setiap Sanggah, Pemerajan, Pura dan Kahyangan maka hari Piodalan ini seharusnya tidak boleh diubah/diganti dengan hari yang lain lagi.

Apabila dalam suatu lingkungan sanggah yang jumlah penyungsungnya banyak, terjadi halangan batal piodalan karena mengalami musibah atau duka kematian yang berturut-turut dan katakanlah persis jatuh pada hari menjelang Piodalan, maka perlu ditinjau bukanlah hari Piodalannya, melainkan jangka waktu cuntakanya.

Leave a comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.